Yudhistira diberi gelar
"Prabu" dan memiliki julukan Puntadewa, sedangkan kerajaannya disebut
dengan nama Kerajaan Amarta. Nama Yudhistira dalam bahasa Sanskerta bermakna
"teguh atau kokoh dalam peperangan". Ia juga dikenal dengan sebutan
Dharmaraja, yang bermakna "raja Dharma", karena ia selalu berusaha
menegakkan dharma sepanjang hidupnya.
Beberapa julukan lain yang dimiliki
Yudhisthira adalah:
• Ajataśatru, "yang tidak
memiliki musuh".
• Bhārata, "keturunan Maharaja
Bharata".
• Dharmawangsa atau Dharmaputra,
"keturunan Dewa Dharma".
• Puntadewa, "derajat
keluhurannya setara para dewa".
• Yudhistira, "pandai memerangi
nafsu pribadi".
• Gunatalikrama, "pandai
bertutur bahasa".
• Samiaji, "menghormati orang
lain bagai diri sendiri".
Puntadewa merupakan anak kandung
Pandu yang lahir di istana Hastinapura. Kedatangan Bhatara Dharma hanya sekadar
menolong kelahiran Puntadewa dan memberi restu untuknya. Berkat bantuan dewa
tersebut, Puntadewa lahir melalui ubun-ubun Kunti. Dalam pewayangan Jawa, nama
Puntadewa lebih sering dipakai, sedangkan nama Yudhistira baru digunakan
setelah ia dewasa dan menjadi raja. Versi ini melukiskan Puntadewa sebagai
seorang manusia berdarah putih, yang merupakan kiasan bahwa ia adalah sosok
berhati suci dan selalu menegakkan kebenaran. Yudhistira dan keempat adiknya,
yaitu Bima (Bimasena), Arjuna, Nakula, dan Sadewa kembali ke Hastinapura
setelah ayah mereka (Pandu) meninggal dunia.
Adapun kelima putera Pandu itu
terkenal dengan sebutan para Pandawa, yang semua lahir melalui mantra Adityahredaya.
Kedatangan para Pandawa membuat sepupu mereka, yaitu para Korawa yang dipimpin
Duryodana merasa cemas. Putera-putera Dretarastra itu takut kalau Pandawa
sampai berkuasa di kerajaan Kuru. Dengan berbagai cara mereka berusaha
menyingkirkan kelima Pandawa, terutama Bima yang dianggap paling kuat. Di lain
pihak, Yudhistira selalu berusaha untuk menyabarkan Bima supaya tidak membalas
perbuatan para Korawa. Pandawa dan Korawa kemudian mempelajari ilmu agama,
hukum, dan tata negara kepada Resi Krepa.
Dalam pendidikan tersebut,
Yudhistira tampil sebagai murid yang paling pandai. Krepa sangat mendukung
apabila tahta Hastinapura diserahkan kepada Pandawa tertua itu. Setelah itu,
Pandawa dan Korawa berguru ilmu perang kepada Resi Durna. Dalam pendidikan kedua
ini, Arjuna tampil sebagai murid yang paling pandai, terutama dalam ilmu
memanah. Sementara itu, Yudhistira sendiri lebih terampil dalam menggunakan
senjata tombak. Selama Pandu hidup di hutan sampai akhirnya meninggal dunia,
tahta Hastinapura untuk sementara dipegang oleh kakaknya, yaitu Dretarastra,
ayah para Korawa. Ketika Yudhistira menginjak usia dewasa, sudah tiba saatnya
bagi Dretarastra untuk menyerahkan tahta kepada Yudhisthira, selaku putera
sulung Pandu. Sementara itu putera sulung Dretarastra, yaitu Duryodana berusaha
keras merebut tahta dan menyingkirkan Pandawa.
Dengan bantuan pamannya dari pihak
ibu, yaitu Sengkuni, Duryodana pura-pura menjamu kelima sepupunya itu dalam
sebuah gedung di Waranawata, dimana gedung itu terbuat dari bahan yang mudah
terbakar. Ketika malam tiba, para Korawa membakar gedung tempat para Pandawa
dan Kunti, ibu mereka, tidur. Namun, Yudhistira sudah mempersiapkan diri karena
rencana pembunuhan itu telah terdengar oleh pamannya, yaitu Widura adik Pandu.
Akibatnya, kelima Pandawa dan Kunti berhasil lolos dari maut. Pandawa dan Kunti
kemudian menjalani berbagai pengalaman sulit. Setelah lolos dari jebakan maut
Korawa, para Pandawa dan Kunti pergi melintasi kota Ekachakra, lalu tinggal
sementara di kerajaan Panchala. Arjuna berhasil memenangkan sayembara di
kerajaan tersebut dan memperoleh seorang puteri cantik yang bernama Drupadi.
Arjuna menyerahkan putri itu kepada Puntadewa selaku kakak tertua. Semula
Puntadewa menolak, namun setelah didesak oleh ibu dan keempat adiknya, akhirnya
ia pun bersedia menikahi Drupadi.
Dari perkawinan itu lahir seorang
putera bernama Pancawala. Setelah sayembara Drupadi, para Pandawa tidak kembali
ke Hastinapura melainkan menuju kerajaan Wirata, tempat kerabat mereka yang
bernama Prabu Matsyapati berkuasa. Matsyapati yang bersimpati pada pengalaman
Pandawa menyarankan agar mereka membuka kawasan hutan tak bertuan bernama
Wanamarta (lebih dikenal sebagai Amarta) menjadi sebuah kerajaan baru. Hutan
Wanamarta dihuni oleh berbagai makhluk halus yang dipimpin oleh lima
bersaudara, bernama Yudhistira, Danduncana, Suparta, Sapujagad, dan Sapulebu.
Pekerjaan Pandawa dalam membuka hutan tersebut mengalami banyak rintangan.
Akhirnya setelah melalui suatu
percakapan, para makhluk halus merelakan Wanamarta kepada para Pandawa.
Yudhistira kemudian memindahkan istana Amarta dari alam jin ke alam nyata untuk
dihuni para Pandawa. Setelah itu, ia dan keempat adiknya menghilang. Salah satu
versi menyebut kelimanya masing-masing menyatu ke dalam diri lima Pandawa.
Puntadewa kemudian menjadi Raja Amarta setelah didesak dan dipaksa oleh keempat
adiknya. Untuk mengenang dan menghormati raja jin yang telah memberinya istana,
Puntadewa pun memakai gelar Prabu Yudhistira. Setelah menjadi Raja Amarta,
Puntadewa berusaha keras untuk memakmurkan negaranya. Konon terdengar berita
bahwa barang siapa yang bisa menikahi puteri Kerajaan Slagahima yang bernama
Dewi Kuntulwinanten, maka negeri tempat ia tinggal akan menjadi makmur dan
sejahtera. Puntadewa sendiri telah memutuskan untuk memiliki seorang istri
saja.
Namun karena Drupadi mengizinkannya
menikah lagi demi kemakmuran negara, maka ia pun berangkat menuju Kerajaan
Slagahima. Di istana Slagahima telah berkumpul sekian banyak raja dan pangeran
yang datang melamar Kuntulwinanten. Namun sang puteri hanya sudi menikah dengan
seseorang yang berhati suci, dan ia menemukan kriteria itu dalam diri
Puntadewa. Kemudian Kuntulwinanten tiba-tiba musnah dan menyatu ke dalam diri
Puntadewa. Sebenarnya Kuntulwinanten bukan manusia asli, melainkan wujud
penjelmaan anugerah dewata untuk seorang raja adil yang hanya memikirkan
kesejahteraan negaranya. Sedangkan anak raja Slagahima yang asli bernama
Tambakganggeng. Ia kemudian mengabdi kepada Puntadewa dan diangkat sebagai
patih di kerajaan Amarta. Suatu hari, ketika menjadi tamu dalam acara Rajasuya
yang diselenggarakan Yudhistira, Duryodana sangat kagum sekaligus iri
menyaksikan keindahan istana Wanamarta.
Timbul niatnya untuk merebut
kerajaan itu, apalagi setelah ia tersinggung oleh ucapan Drupadi dalam sebuah
pertemuan. Sengkuni membantu niat Duryodhana dengan memanfaatkan kegemaran
Yudhistira terhadap permainan dadu. Yudhistira memang seorang ahli agama, namun
di sisi lain ia sangat menyukai permainan tersebut. Undangan Duryodana
diterimanya dengan baik. Permainan dadu antara Pandawa melawan Korawa diadakan
di istana Hastinapura. Mula-mula Yudhistira hanya bertaruh kecil-kecilan. Namun
semuanya jatuh ke tangan Duryodana berkat kepandaian Sengkuni dalam melempar
dadu. Hasutan Sengkuni membuat Yudhistira nekad mempertaruhkan semua hartanya,
bahkan Indraprastha.
Akhirnya, negeri yang dibangun
dengan susah payah itu pun jatuh ke tangan lawan. Yudhistira yang sudah gelap
mata juga mempertaruhkan keempat adiknya secara berurutan. Keempatnya pun jatuh
pula ke tangan Duryodana satu per satu, bahkan akhirnya Yudhistira sendiri.
Duryodana tetap memaksa Yudhistira yang sudah kehilangan kemerdekaannya untuk
melanjutkan permainan, dengan mempertaruhkan Drupadi. Akibatnya, Drupadi pun
ikut bernasib sama. Ratapan Drupadi saat dipermalukan di depan umum terdengar
oleh Gandari, ibu para Korawa. Ia memerintahkan agar Duryodana menghentikan
permainan dan mengembalikan semuanya kepada Pandawa. Dengan berat hati,
Duryodhana terpaksa mematuhi perintah ibunya itu. Duryodana yang kecewa kembali
menantang Yudhistira beberapa waktu kemudian.
Kali ini peraturannya diganti.
Barang siapa yang kalah harus menyerahkan negara beserta isinya, dan menjalani
hidup di hutan selama 12 tahun serta menyamar selama setahun di dalam sebuah
kerajaan. Apabila penyamaran itu terbongkar, maka wajib mengulangi lagi
pembuangan selama 12 tahun dan menyamar setahun, begitulah seterusnya. Akhirnya
berkat kelicikan Sengkuni, pihak Pandawa pun mengalami kekalahan untuk yang
kedua kalinya. Sejak saat itu lima Pandawa dan Drupadi menjalani masa
pembuangan mereka di hutan. Kehidupan para Pandawa dan Drupadi dalam menjalani
masa pembuangan selama 12 tahun di hutan. Yudhistira yang merasa paling
bertanggung jawab atas apa yang menimpa keluarga dan negaranya berusaha untuk
tetap tabah dalam menjalani hukuman. Ia sering berselisih paham dengan Bima
yang ingin kembali ke Hastinapura untuk menumpas para Korawa. Meskipun
demikian, Bima tetap tunduk dan patuh terhadap perintah Yudhistira supaya
menjalani hukuman sesuai perjanjian. Suatu ketika para Korawa datang ke dalam
hutan untuk berpesta demi menyiksa perasaan para Pandawa.
Namun, mereka justru berselisih
dengan kaum Gandharwa yang dipimpin Citrasena. Dalam peristiwa itu Duryodana
tertangkap oleh Citrasena. Akan tetapi, Yudhistira justru mengirim Bima dan
Arjuna untuk menolong Duryodana. Ia mengancam akan berangkat sendiri apabila
kedua adiknya itu menolak perintah. Akhirnya kedua Pandawa itu berhasil
membebaskan Duryodana. Niat Duryodana datang ke hutan untuk menyiksa perasaan
para Pandawa justru berakhir dengan rasa malu luar biasa yang ia rasakan.
Peristiwa lain yang terjadi adalah penculikan Drupadi oleh Jayadrata, adik ipar
Duryodana. Bima dan Arjuna berhasil menangkap Jayadrata dan hampir saja
membunuhnya. Yudhistira muncul dan memaafkan raja kerajaan Sindu tersebut. Pada
suatu hari menjelang berakhirnya masa pembuangan, Yudhistira dan keempat
adiknya membantu seorang brahmana yang kehilangan peralatan upacaranya karena
tersangkut pada tanduk seekor rusa liar. Dalam pengejaran terhadap rusa itu,
kelima Pandawa merasa haus.
Yudhistira pun menyuruh Sadewa
mencari air minum. Karena lama tidak kembali, Nakula disuruh menyusul, kemudian
Arjuna, lalu akhirnya Bima menyusul pula. Yudhistira semakin cemas karena keempat
adiknya tidak ada yang kembali. Yudhistira kemudian berangkat menyusul Pandawa
dan menjumpai mereka telah tewas di tepi sebuah telaga. Muncul seorang raksasa
yang mengaku sebagai pemilik telaga itu. Ia menceritakan bahwa keempat Pandawa
tewas keracunan air telaganya karena mereka menolak menjawab pertanyaan sang
raksasa. Sambil menahan haus, Yudhistira mempersilakan Sang Raksasa untuk
bertanya. Satu per satu pertanyaan demi pertanyaan berhasil ia jawab. Akhirnya,
Sang Raksasa pun mengaku kalah, namun ia hanya sanggup menghidupkan satu orang
saja. Dalam hal ini, Yudhistira memilih Nakula untuk dihidupkan kembali.
Raksasa heran karena Nakula adalah adik tiri, bukan adik kandung.
Yudhistira menjawab bahwa dirinya
harus berlaku adil. Ayahnya, yaitu Pandu memiliki dua orang istri. Karena
Yudhistira lahir dari Kunti, maka yang dipilihnya untuk hidup kembali harus
putera yang lahir dari Madri, yaitu Nakula. Raksasa terkesan pada keadilan
Yudhistira. Ia pun kembali ke wujud aslinya, yaitu Dewa Dharma. Kedatangannya
dengan menyamar sebagai rusa liar dan raksasa adalah untuk memberikan ujian
kepada para Pandawa. Berkat keadilan dan ketulusan Yudhistira, maka tidak hanya
Nakula yang dihidupkan kembali, melainkan juga Bima, Arjuna, dan Sadewa.
Setelah 12 tahun menjalani pembuangan di hutan, kelima Pandawa dan Drupadi
kemudian memasuki masa penyamaran selama setahun. Sebagai tempat persembunyian,
mereka memilih Kerajaan Wirata yang dipimpin Matsyapati.
Yudhistira atau Puntadewa menyamar
sebagai pengelola pasar ibu kota bernama Dwijakangka.. Bima menjadi Balawa
sebagai tukang masak, Arjuna menjadi Wrihanala sebagai banci guru tari, Nakula
menjadi Damagranti sebagai tukang kuda, Sadewa menjadi Tantripala sebagai
penggembala sapi, sedangkan Drupadi menjadi Sailandri sebagai dayang istana.
Saat batas waktu penyamaran telah genap setahun, kelima Pandawa dan Drupadi pun
membuka penyamaran. Mengetahui hal itu, Matsyapati merasa sangat menyesal telah
memperlakukan mereka dengan buruk. Ia pun berjanji akan menjadi sekutu Pandawa
dalam usaha mendapatkan kembali takhta. Ketika para Pandawa pulang ke
Hastinapura demi menuntut hak yang seharusnya mereka terima, Duryodana bersikap
sinis terhadap mereka. Ia tidak mau menyerahkan Hastinapura kepada Yudhistira.
Berbagai usaha damai dilancarkan pihak Pandawa namun selalu ditolak oleh
Duryodana. Bahkan, Duryodana tetap menolak ketika Yudhistira hanya meminta lima
buah desa saja, bukan seluruh Wanamarta. Pada puncaknya, Duryodana berusaha
membunuh duta Pandawa, yaitu Kresna, namun gagal. Perang antara Pandawa dan
Korawa tidak dapat lagi dihindari, terjadilah perang Bharatayudha.
Sumber diolah dari
"http://id.wikipedia.org/wiki/Yudhistira"
No comments:
Post a Comment