Di Kerajaan Daha, hiduplah dua orang
putri yang sangat cantik jelita. Putri nan cantik jelita tersebut bernama
Candra Kirana dan Dewi Galuh. Kedua putri Raja tersebut hidup sangat bahagia
dan serba kecukupan. Hingga suatu hari datanglah seorang pangeran yang sangat
tampan dari Kerajaan Kahuripan ke Kerajaan Daha. Pangeran tersebut bernama
Raden Inu Kertapati. Maksud kedatangannya ke Kerajaan Daha adalah untuk melamar
Candra Kirana. Kedatangan Raden Inu Kertapati sangat disambut baik oleh Raja
Kertamarta, dan akhirnya Candra Kirana ditunangkan dengan Raden Inu Kertapati.
Pertunangan itu ternyata membuat Dewi Galuh merasa iri. Kerena dia merasa kalau
Raden Inu Kertapati lebih cocok untuk dirinya. Oleh karena itu Dewi Galuh lalu
pergi ke rumah Nenek Sihir.
Dia meminta agar nenek sihir itu
menyihir Candra Kirana menjadi sesuatu yang menjijikkan dan dijauhkan dari
Raden Inu. Nenek Sihir pun menyetujui permintaan Dewi Galuh, dan menyihir
Candra Kirana menjadi Keong Emas, lalu membuangnya ke sungai. Suatu hari
seorang nenek sedang mencari ikan dengan jala, dan keong emas terangkut dalam
jalanya tersebut. Keong Emas itu lalu dibawanya pulang dan ditaruh di tempayan.
Besoknya nenek itu mencari ikan lagi di sungai, tetapi tak mendapat ikan seekorpun.
Kemudian Nenek tersebut memutuskan untuk pulang saja, sesampainya di rumah ia
sangat kaget sekali, karena di meja sudah tersedia masakan yang sangat
enak-enak. Si nenek bertanya-tanya pada dirinya sendiri, siapa yang memgirim
masakan ini. Begitu pula hari-hari berikutnya si nenek menjalani kejadian
serupa, keesokan paginya nenek ingin mengintip apa yang terjadi pada saat dia
pergi mencari ikan. Nenek itu lalu berpura-pura pergi ke sungai untuk mencari
ikan seperti biasanya, lalu pergi ke belakang rumah untuk mengintipnya.
Setelah beberapa saat, si nenek
sangat terkejut. Karena keong emas yang ada ditempayan berubah wujud menjadi
gadis cantik. Gadis tersebut lalu memasak dan menyiapkan masakan tersebut di
meja. Karena merasa penasaran, lalu nenek tersebut memberanikan diri untuk
menegur putri nan cantik itu. “Siapakah kamu ini putri cantik, dan dari mana
asalmu?”, tanya si nenek. "Aku adalah putri kerajaan Daha yang disihir
menjadi keong emas oleh nenek sihir utusan saudaraku karena merasa iri kepadaku",
kata keong emas. Setelah menjawab pertanyaan dari nenek, Candra Kirana berubah
lagi menjadi Keong Emas, dan nenek sangat terheran-heran. Sementara pangeran
Inu Kertapati tak mau diam saja ketika tahu candra kirana menghilang. Iapun
mencarinya dengan cara menyamar menjadi rakyat biasa. Nenek sihirpun akhirnya
tahu dan mengubah dirinya menjadi gagak untuk mencelakakan Raden Inu Kertapati.
Raden Inu Kertapati Kaget sekali melihat burung gagak yang bisa berbicara dan
mengetahui tujuannya. Ia menganggap burung gagak itu sakti dan menurutinya
padahal raden Inu diberikan arah yang salah. Diperjalanan Raden Inu bertemu
dengan seorang kakek yang sedang kelaparan, diberinya kakek itu makan. Ternyata
kakek adalah orang sakti yang baik Ia menolong Raden Inu dari burung gagak itu.
Kakek itu memukul burung gagak dengan tongkatnya, dan burung itu menjadi asap.
Akhirnya Raden Inu diberitahu dimana
Candra Kirana berada, disuruhnya raden itu pergi kedesa dadapan. Setelah
berjalan berhari-hari sampailah ia kedesa Dadapan Ia menghampiri sebuah gubuk
yang dilihatnya untuk meminta seteguk air karena perbekalannya sudah habis. Di
gubuk itu ia sangat terkejut, karena dari balik jendela ia melihat Candra
Kirana sedang memasak. Akhirnya sihir dari nenek sihir pun hilang karena perjumpaan
itu. Akhirnya Raden Inu memboyong tunangannya beserta nenek yang baik hati
tersebut ke istana, dan Candra Kirana menceritakan perbuatan Dewi Galuh pada
Baginda Kertamarta. Baginda minta maaf kepada Candra Kirana dan sebaliknya.
Dewi Galuh lalu mendapat hukuman yang setimpal. Karena Dewi Galuh merasa takut,
maka dia melarikan diri ke hutan. Akhirnya pernikahan Candra kirana dan Raden
Inu Kertapati pun berlangsung, dan pesta tersebut sangat meriah. Akhirnya
mereka hidup bahagia.
Cerita Rakyat “Keong Emas” ini
diceritakan kembali oleh Kak Ghulam Pramudiana.
No comments:
Post a Comment