Dalam budaya pewayangan Jawa,
khususnya setelah mendapat pengaruh Islam, Dewi Drupadi diceritakan agak
berbeda dengan kisah dalam kitab Mahabharata versi aslinya. Dalam cerita
pewayangan, Dewi Drupadi dinikahi oleh Yudhistira saja dan bukan milik kelima
Pandawa. Cerita tersebut dapat disimak dalam lakon Sayembara Gandamana. Dalam
lakon tersebut dikisahkan, Yudhistira mengikuti sayembara mengalahkan Gandamana
yang diselenggarakan Raja Dropada.
Siapa yang berhasil memenangkan
sayembara, berhak memiliki Drupadi. Yudhistira ikut serta namun ia tidak terjun
ke arena sendirian melainkan diwakili oleh Bima. Bima berhasil mengalahkan
Gandamana dan akhirnya Drupadi berhasil didapatkan. Karena Bima mewakili
Yudhistira, maka Yudhistiralah yang menjadi suami Drupadi. Dalam tradisi
pewayangan Jawa, putera Drupadi dengan Yudhistira bernama Raden Pancawala.
Pancawala sendiri merupakan sebutan untuk lima putera Pandawa. Terjadinya
perbedaan cerita antara kitab Mahabharata dengan cerita dalam pewayangan Jawa
karena pengaruh perkembangan agama Islam di tanah Jawa. Setelah kerajaan
Majapahit yang bercorak Hindu runtuh, munculah Kerajaan Demak yang bercorak
Islam. Pada masa itu, segala sesuatu harus disesuaikan dengan hukum agama
Islam. Pertunjukan wayang yang pada saat itu sangat digemari oleh masyarakat,
tidak diberantas ataupun dilarang melainkan disesuaikan dengan ajaran Islam.
Menurut hukum Islam, seorang wanita tidak boleh memiliki suami lebih dari satu.
Maka dari itu, cerita Dewi Drupadi dalam kitab Mahabharata versi asli yang
bercorak Hindu menyalahi hukum Islam.
Untuk mengantisipasinya, para
pujangga ataupun seniman Islam mengubah cerita tersebut agar sesuai dengan
ajaran Islam. Versi lain mengungkapkan bahwa Drupadi, atau Draupadī adalah
salah satu tokoh dari wiracarita Mahabharata. Ia adalah puteri Prabu Drupada,
raja di kerajaan Panchala. Pada kitab Mahabharata versi aslinya, Drupadi adalah
istri para Pandawa lima semuanya. Pada mulanya, Drupadi diberi nama "Kresna",
merujuk kepada warna kulitnya yang kehitam-hitaman. Dalam bahasa Sanskerta,
kata "Krishna" secara harfiah berarti gelap atau hitam. Lambat laun
ia lebih dikenal sebagai "Drupadi", yang secara harfiah berarti
"puteri Drupada". Nama "Pañcali" juga diberikan kepadanya,
yang secara harfiah berarti "puteri kerajaan Panchala". Karena ia
merupakan saudari dari Drestadyumna, maka ia juga disebut
"Yadnyaseni" (Yajñasenī).
Drupadi adalah anak yang lahir dari
hasil Putrakama Yadnya, yaitu ritual memohon anak dalam wiracarita
Mahabarata.Diceritakan setelah Drupada dipermalukan oleh Drona, beliau pergi ke
dalam hutan untuk merencanakan balas dendam. Lalu beliau berjanji untuk
mempunyai putra yang akan membunuh Drona, dan seorang putri yang akan menikah
dengan Arjuna. Dibantu oleh resi Jaya dan Upajaya, Drupada melaksanakan
Putrakama Yadnya dengan sarana api suci. Drupadi lahir dari api suci tersebut.
Dalam kitab Mahabharata versi India dan dalam tradisi pewayangan di Bali, Dewi
Drupadi bersuamikan lima orang, yaitu Panca Pandawa. Pernikahan tersebut
terjadi setelah para Pandawa mengunjungi Kerajaan Panchala dan mengikuti
sayembara di sana. Sayembara tersebut diikuti oleh para kesatria terkemuka di
seluruh penjuru daratan Bharatawarsha, seperti misalnya Karna dan Salya. Para
Pandawa berkumpul bersama para kesatria lain di arena, namun mereka tidak
berpakaian selayaknya seorang kesatria, melainkan menyamar sebagai brahmana. Di
tengah-tengah arena ditempatkan sebuah sasaran yang harus dipanah dengan tepat
oleh para peserta dan yang berhasil melakukannya akan menjadi istri Dewi
Drupadi. Para peserta pun mencoba untuk memanah sasaran di arena, namun satu
per satu gagal.
Karna berhasil melakukannya, namun Drupadi
menolaknya dengan alasan bahwa ia tidak mau menikah dengan putera seorang
kusir. Karna pun kecewa dan perasaannya sangat kesal. Setelah Karna ditolak,
Arjuna tampil ke muka dan mencoba memanah sasaran dengan tepat. Panah yang
dilepaskannya mampu mengenai sasaran dengan tepat, dan sesuai dengan
persyaratan, maka Dewi Drupadi berhak menjadi miliknya. Namun para peserta
lainnya menggerutu karena seorang brahmana mengikuti sayembara sedangkan para
peserta ingin agar sayembara tersebut hanya diikuti oleh golongan kesatria.
Karena adanya keluhan tersebut maka keributan tak dapat dihindari lagi. Arjuna
dan Bima bertarung dengan kesatria yang melawannya sedangkan Yudhistira,
Nakula, dan Sadewa pulang menjaga Dewi Kunti, ibu mereka. Kresna yang turut
hadir dalam sayembara tersebut tahu siapa sebenarnya para brahmana yang telah
mendapatkan Drupadi dan ia berkata kepada para peserta bahwa sudah selayaknya
para brahmana tersebut mendapatkan Drupadi sebab mereka telah berhasil
memenangkan sayembara dengan baik.
Setelah keributan usai, Arjuna dan
Bima pulang ke rumahnya dengan membawa serta Dewi Drupadi. Sesampainya di rumah
didapatinya ibu mereka sedang tidur berselimut sambil memikirkan keadaan kedua
anaknya yang sedang bertarung di arena sayembara. Arjuna dan Bima datang
menghadap dan mengatakan bahwa mereka sudah pulang serta membawa hasil
meminta-minta. Dewi Kunti menyuruh agar mereka membagi rata apa yang mereka
peroleh. Namun Dewi Kunti terkejut ketika tahu bahwa putera-puteranya tidak
hanya membawa hasil meminta-minta saja, namun juga seorang wanita. Dewi Kunti
tidak mau berdusta maka Drupadi pun menjadi istri Panca Pandawa. Pada saat
Yudhistira menyelenggarakan upacara Rajasuya di Indraprastha, seluruh kesatria
di penjuru Bharatawarsha diundang, termasuk sepupunya yang licik dan selalu
iri, yaitu Duryodana. Duryodana dan Dursasana terkagum-kagum dengan suasana
balairung Istana Indraprastha. Mereka tidak tahu bahwa di tengah-tengah istana
ada kolam. Air kolam begitu jernih sehingga dasarnya kelihatan sehingga tidak
tampak seperti kolam. Duryodana dan Dursasana tidak mengetahuinya lalu mereka
tercebur.
Melihat hal itu, Drupadi tertawa
terbahak-bahak. Duryodana dan Dursasana sangat malu. Mereka tidak dapat
melupakan penghinaan tersebut, apalagi yang menertawai mereka adalah Drupadi
yang sangat mereka kagumi kecantikannya. Ketika tiba waktunya untuk memberikan
jamuan kepada para undangan, sudah menjadi tradisi bahwa tamu yang paling
dihormati yang pertama kali mendapat jamuan. Atas usul Bisma, Yudhistira
memberikan jamuan pertama kepada Sri Kresna. Melihat hal itu, Sisupala, saudara
sepupu Sri Kresna, menjadi keberatan dan menghina Sri Kresna. Penghinaan itu
diterima Sri Kresna bertubi-tubi sampai kemarahannya memuncak. Sisupala dibunuh
dengan Cakra Sudarsana. Pada waktu menarik Cakra, tangan Sri Kresna
mengeluarkan darah. Melihat hal tersebut, Dewi Drupadi segera menyobek kain
sari-nya untuk membalut luka Sri Kresna. Pertolongan itu tidak dapat dilupakan
Sri Kresna. Setelah menghadiri upacara Rajasuya, Duryodana merasa iri kepada
Yudhistira yang memiliki harta berlimpah dan istana yang megah. Melihat
keponakannya termenung, muncul gagasan jahat dari Sangkuni.
Ia menyuruh keponakannya, Duryodana,
agar mengundang Yudhistira main dadu dengan taruhan harta, istana, dan kerajaan
di Indraprastha. Duryodana menerima usul tersebut karena yakin pamannya,
Sangkuni, merupakan ahlinya permainan dadu dan harapan untuk merebut kekayaan
Yudhistira ada di tangan pamannya. Duryodana menghasut ayahnya, Dretarastra,
agar mengizinkannya bermain dadu. Yudhistira yang juga suka main dadu, tidak
menolak untuk diundang. Yudhistira mempertaruhkan harta, istana, dan
kerajaannya setelah dihasut oleh Duryodana dan Sangkuni. Karena tidak memiliki
apa-apa lagi untuk dipertaruhkan, maka ia mempertaruhkan saudara-saudaranya,
termasuk istrinya, Drupadi. Akhirnya Yudhistira kalah dan Drupadi diminta untuk
hadir di arena judi karena sudah menjadi milik Duryodana. Duryodana mengutus
para pengawalnya untuk menjemput Drupadi, namun Drupadi menolak. Setelah gagal,
Duryodana menyuruh Dursasana, adiknya, untuk menjemput Drupadi. Drupadi yang
menolak untuk datang, diseret oleh Dursasana yang tidak memiliki rasa
kemanusiaan.
Rambutnya ditarik sampai ke arena
judi, tempat suami dan para iparnya berkumpul. Karena sudah kalah, Yudhistira
dan seluruh adiknya diminta untuk menanggalkan bajunya, namun Drupadi menolak.
Dursasana yang berwatak kasar, menarik kain yang dipakai Drupadi, namun kain
tersebut terulur-ulur terus dan tak habis-habis karena mendapat kekuatan gaib
dari Sri Kresna yang melihat Drupadi dalam bahaya. Pertolongan Sri Kresna
disebabkan karena perbuatan Drupadi yang membalut luka Sri Kresna pada saat
upacara Rajasuya di Indraprastha. Dalam kitab Mahaprasthanikaparwa diceritakan,
setelah Dinasti Yadu musnah, para Pandawa beserta Drupadi memutuskan untuk
melakukan perjalanan suci mengelilingi Bharatawarsha. Sebagai tujuan akhir
perjalanan, mereka menuju pegunungan Himalaya setelah melewati gurun yang
terbentang di utara Bharatawarsha. Dalam perjalanan menuju ke sana, Drupadi
meninggal dunia.
*Sumber diolah dari
"http://id.wikipedia.org/wiki/Drupadi"
No comments:
Post a Comment