Mahapati adalah nama seorang tokoh
penghasut dalam sejarah awal Kerajaan Majapahit. Namanya disebut dalam
Pararaton sebagai pemegang jabatan rakryan patih sejak tahun 1316. Kelicikan
Mahapati dianggap sebagai penyebab kematian para pahlawan pendiri Majapahit,
misalnya Ranggalawe, Lembu Sora, dan Nambi. Mahapati sendiri akhirnya dihukum
mati setelah pemberontakan Ra Kuti tahun 1319. Nama Mahapati terdapat dalam
naskah Pararaton dan Kidung Sorandaka. Ia dikisahkan sebagai tokoh licik yang
gemar melancarkan fitnah dan adu domba demi meraih ambisinya, yaitu menjadi
patih Majapahit. Pada tahun 1295 Mahapati menghasut Ranggalawe supaya menentang
pengangkatan Nambi sebagai patih. Sebaliknya, ia juga menghasut Nambi supaya
menghukum kelancangan Ranggalawe.
Akibat adu domba tersebut, perang
saudara pertama pun meletus. Ranggalawe akhirnya tewas di tangan Kebo Anabrang
dalam sebuah pertempuran di Sungai Tambak Beras. Namun, Kebo Anabrang sendiri
juga tewas karena dibunuh dari belakang oleh Lembu Sora, paman Ranggalawe. Pada
tahun 1300 Mahapati menghasut Mahisa Taruna putra Kebo Anabrang supaya menuntut
pengadilan untuk Lembu Sora. Mengingat jasa-jasanya selama perjuangan
mendirikan kerajaan, Lembu Sora hanya dihukum buang oleh Raden Wijaya, raja
Majapahit saat itu. Mahapati ganti menghasut Sora supaya meminta hukuman yang
lebih pantas. Sora pun berangkat ke ibu kota untuk meminta hukuman mati. Di
sana ia tewas dikeroyok tentara istana, karena Nambi sudah lebih dahulu dihasut
Mahapati, bahwa Sora akan datang untuk membuat onar. Pada tahun 1316 Mahapati
mengadu domba Nambi dengan Jayanagara, raja kedua Majapahit pengganti Raden
Wijaya. Suatu ketika Nambi mengambil cuti karena ayahnya di Lamajang meninggal
dunia. Mahapati datang melayat sambil menyarankan supaya ia memperpanjang cuti.
Mahapati bersedia menyampaikan permohonan izin kepada raja.
Akan tetapi, di hadapan Jayanagara,
Mahapati justru mengabarkan bahwa Nambi tidak mau kembali ke Majapahit karena
sedang mempersiapkan pemberontakan. Jayanagara marah dan mengirim pasukan untuk
menghancurkan Lamajang. Nambi sekeluarga pun tewas. Mahapati kemudian diangkat
sebagai patih baru sesuai dengan cita-citanya. Pada tahun 1319 terjadi
pemberontakan Ra Kuti. Pemberontakan ini berhasil ditumpas oleh seorang pegawai
bhayangkari bernama Gajah Mada yang kemudian menjadi abdi kesayangan
Jayanagara. Setelah pemberontakan Ra Kuti, hubungan antara Jayanagara dengan
Mahapati mulai renggang. Akhirnya, semua kejahatan yang pernah dilakukan
Mahapati pun terbongkar. Ia kemudian dihukum mati dengan cara cineleng-celeng,
artinya "dicincang seperti babi hutan". Tokoh Mahapati hanya
ditemukan dalam naskah Pararaton dan Kidung Sorandaka. Istilah maha bermakna
"besar", sedangkan pati bermakna "penguasa". Maksudnya
ialah "orang yang memiliki ambisi besar untuk menjadi penguasa". Hal
ini menunjukkan, nama Mahapati bukanlah nama asli, melainkan nama julukan. Nama
Mahapati tidak dijumpai dalam prasasti apa pun, sehingga diduga merupakan nama
ciptaan pengarang Pararaton. Nagarakretagama yang juga berisi sejarah Kerajaan
Majapahit hanya mengisahkan kematian Nambi secara singkat tanpa menjelaskan apa
penyebabnya. Pararaton mengisahkan Mahapati menjadi patih setelah kematian
Nambi tahun 1316. Sejarawan Slamet Muljana menganggap Mahapati identik dengan
Dyah Halayudha, yaitu nama patih Majapahit yang tertulis dalam prasasti
Sidateka tahun 1323.
Apabila dugaan Slamet Muljana benar,
maka tokoh Mahapati alias Halayudha bukan orang biasa, namun masih keluarga
bangsawan. Hal ini dikarenakan gelar yang ia pakai adalah dyah yang setara
dengan raden pada zaman berikutnya. Misalnya, pendiri Majapahit dalam
Nagarakretagama disebut Dyah Wijaya sedangkan dalam Pararaton disebut Raden
Wijaya. Sementara itu Nambi dan Sora yang dalam prasasti Sukamreta hanya
bergelar mpu. Dengan demikian dapat dipahami mengapa Halayudha sakit hati
ketika Nambi dan Sora yang bukan dari golongan bangsawan namun memperoleh
kedudukan tinggi, masing-masing sebagai patih Majapahit dan patih Daha. Ia pun
melancarkan aksi fitnah dan adu domba sehingga satu per satu para pahlawan
pendiri kerajaan tersingkir. Pengarang Pararaton mungkin tidak mengenal nama
asli tokoh licik yang menyingkirkan Ranggalawe, Sora, dan Nambi sehingga ia pun
menyebutnya dengan nama Mahapati atau sang "penguasa besar".
Kepustakaan
Slamet Muljana. 1979.
Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara.
Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak
Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Mahapati
No comments:
Post a Comment