Mahisa Anabrang atau Kebo Anabrang
atau Lembu Anabrang (wafat: 1295) adalah nama seorang perwira Kerajaan
Singasari yang menjadi komandan Ekspedisi Pamalayu tahun 1275 – 1293. Pada
tahun 1275 Kertanagara raja Singhasari, mengirimkan utusan untuk menjalin
persahabatan dengan Kerajaan Dharmasraya di Sumatera. Pengiriman utusan ini terkenal
dengan sebutan Ekspedisi Pamalayu. Baik Nagarakretagama ataupun Pararaton sama
sekali tidak menyebutkan siapa nama utusan ekspedisi ini. Kidung Panji
Wijayakrama menyebutkan nama utusan Ekspedisi Pamalayu tersebut, yaitu Mahisa
Anabrang, yang artinya ialah “kerbau yang menyeberang”. Terdapat kemungkinan
bahwa ini bukan nama asli, atau pengarang kidung tersebut juga tidak mengetahui
dengan pasti siapa nama asli sang komandan. Ekspedisi Pamalayu yang dipimpin
Mahisa Anabrang memperoleh keberhasilan.
Nagarakretagama mencatat Melayu
masuk ke dalam daftar jajahan Singhasari selain Bali, Pahang, Gurun, dan
Bakulapura. Utusan Pamalayu kembali ke Jawa tahun 1293 dengan membawa dua orang
putri bernama Dara Jingga dan Dara Petak, semula untuk dijodohkan dengan
Kertanagara. Namun Kertanagara telah tewas setahun sebelumnya akibat
pemberontakan Jayakatwang. Menantu Kertanagara yang bernama Raden Wijaya telah
berhasil mengalahkan Jayakatwang dan mendirikan Kerajaan Majapahit, sehingga ia
yang menerima perjodohan tersebut. Pada tahun 1295 terjadi pemberontakan
pertama terhadap Kerajaan Majapahit yang dilakukan oleh adipati Tuban
Ranggalawe. Peristiwa ini disinggung dalam Pararaton namun naskah ini tidak
menyebutkan siapa tokoh yang berhasil membunuh Ranggalawe. Kidung Panji
Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe menguraikan kisah kematian Ranggalawe dengan
panjang lebar, serta menyebutkan bahwa yang berhasil membunuh adipati Tuban
tersebut adalah Mahisa Anabrang. Dikisahkan bahwa pasukan Majapahit dipimpin
Nambi, Lembu Sora, dan Mahisa Anabrang berangkat untuk menumpas Ranggalawe.
Perang terjadi di dekat Sungai Tambak Beras. Mahisa Anabrang bertarung melawan
Ranggalawe di dalam sungai, yang dimenangkan oleh Mahisa Anabrang. Lembu Sora
yang adalah paman Ranggalawe, tidak rela melihat keponakannya dibunuh. Ia lalu
membunuh Mahisa Anabrang, rekannya sendiri, dari belakang. Tewasnya Ranggalawe
mengakhiri perang saudara pertama dalam sejarah Majapahit. Kidung Sorandaka
mengisahkan keluarga Mahisa Anabrang tidak berani menuntut hukuman untuk Lembu
Sora karena ia merupakan pembantu kesayangan Raden Wijaya. Baru pada tahun 1300
seorang putra Mahisa Anabrang bernama Mahisa Taruna mendapat bantuan seorang
tokoh bernama Mahapati. Mereka pun berhasil menyingkirkan Lembu Sora dari jajaran
pemerintahan Majapahit.
Peristiwa yang terjadi selanjutnya
ialah pembunuhan Lembu Sora oleh pasukan Nambi akibat fitnah yang dilancarkan
Mahapati. Mahisa Anabrang kembali ke Jawa pada tahun 1293 dengan membawa dua
orang putri Minangkabau bernama Dara Jingga dan Dara Petak. Menurut Pararaton,
Raden Wijaya mengambil Dara Petak sebagai istri dan menyerahkan Dara Jingga
kepada seorang “dewa” (sira alaki dewa), yang berarti seorang bangsawan. Dara
Jingga kemudian melahirkan seorang putra bernama Tuhan Janaka yang kemudian
menjadi raja Minangkabau bergelar Mantrolot Warmadewa. Beberapa sumber
mengatakan bahwa ini adalah nama lain dari Adityawarman. Namun profesor Uli
Kozok meyakini bahwa yang bergelar Warmadewa tersebut adalah Akarendrawarman,
paman dari Adityawarman. Nama ayah Adityawarman adalah Adwayawarman menurut
prasasti Kuburajo atau Adwayadwaja menurut prasasti Bukit Gombak. Gelar yang
hampir serupa ialah Dyah Adwayabrahma, juga terdapat dalam prasasti Padangroco,
sebagai salah seorang pengawal arca Amoghapasa yang dibawa ke Sumatra tahun
1286.
Tertulis dalam prasasti bahwa
Adwayabrahma yang menjabat rakryan mahamantri, suatu jabatan tinggi bagi
bangsawan kerabat raja. Demikianlah terdapat anggapan bahwa tokoh Adwayabrahma
ini adalah tokoh yang sama dengan Mahisa Anabrang utusan Pamalayu. Namun
demikian dugaan bahwa utusan Pamalayu adalah sama dengan pemimpin rombongan
Amoghapasa masih memerlukan bukti tambahan yang memperkuatnya. Menurut sumber
dari Batak, nama komandan pasukan Singhasari yang dikirim untuk menaklukkan
Sumatra adalah Indrawarman. Tokoh ini kemudian menolak mengakui kedaulatan
Majapahit sebagai kelanjutan Singhasari. Indrawarman kemudian mendirikan
Kerajaan Silo di Simalungun. Pada tahun 1339 datang pasukan Majapahit dipimpin
Adityawarman dalam rangka pelaksanaan Sumpah Palapa. Adityawarman sebagai wakil
raja Majapahit berhasil menaklukkan Silo. Indrawarman diberitakan tewas oleh
serangan tersebut. Menurut legenda, Indrawarman tidak pernah kembali ke Jawa,
sehingga sulit untuk menyamakannya dengan tokoh Mahisa Anabrang yang kembali ke
Jawa tahun 1293.
Kepustakaan
Poesponegoro & Notosusanto
(ed.). 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka
R.M. Mangkudimedja. 1979. Serat
Pararaton Jilid 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek
Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak
Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
Slamet Muljana. 1979.
Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
Slamet Muljana. 2005. Runtuhnya
Kerajaan Jindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara (terbitan
ulang 1968). Yogyakarta: LKIS
Slamet Muljana. 2006. Sriwijaya
(terbitan ulang 1960). Yogyakarta: LKIS
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Mahisa_Anabrang
No comments:
Post a Comment