Kompleks Candi Gedongsongo yang
terletak di lereng Gunung Ungaran Kabupaten Semarang, berada pada ketinggian
1.800 meter diatas permukaan laut. Di kawasan cagar budaya Candi Gedongsongo
yang bersuhu rata-rata 19 sampai 27 derajad celcius ini ternyata memiliki bio
energi terbaik di Asia. Bioenergi di kawasan ini bahkan lebih baik dari yang
berada di pegunungan Tibet atau pegunungan lain di Asia. Pernyataan ini muncul
dari seorang pengusaha sekaligus anggota pernafasan Daya Putih asal Australia
Dr. Ny Jennet. Jennet yang memiliki 12 jaringan usaha di Eropa dan Australia
harus menyempatkan diri berkeliling Asia untuk sekedar menghirup udara yang
bersih. Setelah mencoba menghirup udara bersih di beberapa pegunungan di Asia,
dia menemukan udara yang mengandung bioenergi terbaik, yaitu di Geongsongo.
Mengapa Jennet harus susah payah mencari udara bersih sampai keliling Asia ?
kata dia, bioenergi yang bersih sangat penting untuk memberikan kebugaran.
Selain itu, setelah kit amenghirup bioenergi ini dapat memberikan kesegaran di
pikiran sehingga memunculkan ide-ide segar.
Hal ini akan sangat membantu
memberikan kemajuan dan meningkatkan kualitas hidup. Lokasi komplek Candi
Gedongsongo sangat mudah dijangkau. Tepatnya berada pada jarak sekitar 15 km
dari kota Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Dapat dicapai lewat Kecamatan
Ambarawa Kab. Semarang atau dari kota Kabupaten Semarang. Dua jalur tersebut
akan bertemu di satu tempat wisata Bandungan yang jaraknya tinggal 5 km menuju
Gedongsongo. Selain terdapat bangunan Candi yang berjumlah sembilan unit, di
sekitar lokasi dikelilingi hutan Pinus milik Perhutani. Candi-candi tersebut
sampai kini belum diketahui kapan dan siapa pembuat bangunan tersebut. Karena
di semua bangunan candi tidak terdapat prasasti apapun. Komplek candi ini mulai
dikenal sejak ditemukan oleh Raffles pada tahun 1804. Ketika itu komplek candi
ini dinamai ”Gedong pitoe” ”rena saat ditemukan terdapat tujuh komplek bangunan
candi. Sejak penemuan Raffles, komplek candi di lereng Gunung Ungaran ini terus
diteliti, baik oleh para arkeolog dari Belanda pada masa itu maupun dari
arkeolog Indonesia. Dalam perjalanan tersebut ternyata ditemukan komplek
bangunan candi yang berjumlah sembilan unit, maka selanjutnya komplek Candi ini
dinamai Candi Gedongsongo.
Nama Gedongsongo berasal dari bahasa
Jawa, dari suku kata Gedong berarti rumah dan songo berarti sembilan. Gedongsongo
secara harafiah diartikan sebagai sembilan rumah dewa. Karena candi yag
terletak di ketinggian dianggap sebagai tempat pemujaan. Hanya saja dari
sembilan komplek bangunan candi yang ada di lokasi tersebut, terdapat lima
bangunan yang masih utuh bentuk bangunannya. Sedangkan empat bangunan lainnya
tinggal pondasi dan reruntuhan bangunannya saja. Para sejarawan sampai saat ini
belum dapat memastikan kapan candi itu dibangun dan siapa pendiri komplek candi
Gedongsongo. Namun melihat bentuk arsitektur candi, terutama bentuk bingkai
kaki candi, dapat disimpulkan bangunan candi ini sejaman dengan komplek candi
Dieng. Kemungkinan candi ini dibangun sekitar abad VIII M, pada masa
pemerintahan Dinasti Sanjaya. Hanya saja siapa nama raja pendirinya belum dapat
diketahui. Candi Gedongsongo berlatar belakang agama hindu, hal ini dapat
dilihat dari arca-arca yang menempati relung-relung candi. Misalnya arca Ciwa
Mahadewa, Ciwa Mahaguru, Ganeca, Dhurga Nahisasuramardhini, Nandiswara dan
Mahakala.
Menurut Pakar tentang Candi Evi
Saraswati menyebutkan bangunan candi di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua
tipe. Yaitu candi Hindu dan Candi Budha. Ciri umum dari kedua tipe tersebut
terletak pada bentuk bangunan. Candi Hindu cenderung ramping, lancip dan
tinggi. Sedangkan Candi Budha berbentuk bulat dan besar seperti candi
Borobudur. Dilihat dari fungsinya candi juga dibedakan menjadi dua fungsi,
yaitu candi sebagai tempat pemujaan atau ibadah dan candi yang dipakai sebagai
tempat pemakaman. Sedangkan candi yang berada di komplek Gedongsongo ini
diperkirakan merupakan candi untuk pemakaman. Karena pada saat ditemukan di
sekitar candi banyak terdapat abu. Sangat mungkin abu ini merupakan bekas
pembakaran orang yang meninggal. Sesuai ajaran Hindu orang yang meninggal biasanya
dibakar. Bangunan candi yang masih utuh bentuknya kini tinggal lima bangunan,
yaitu candi I, II, III, IV dan V.
Candi I terdiri satu bangunan dan
masih utuh, candi II terdiri dua bangunan bangunan induk masih utuh dan satunya
lagi tidak utuh. Candi III terdiri dari tiga bangunan yang semuanya masih utuh.
Candi IV terdapat empat bangunan candi, tetapi tinggal satu bangunan candi saja
yang masih utuh. Sedangkan Candi V tampat bekas-bekas pondasi candi yang
menunjukkan bahwa di sana dahulu banyak sekali bangunan candi. Tetapi sekarang
tinggal satu bangunan candi induk yang masih utuh. Candi VI, VII, VIII dan IX
sekarang sudah tidak jelas lagi sisa-sisanya, karena beberapa reruntuhan
bangunan yang terdapat di sana banyak yang diamanakan. Demikian pula beberapa
arca juga disimpan oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah.
Sumber:
http://asia.groups.yahoo.com/group/m…a/message/1912 dan photo
http://www.google.co.id/imglanding?q=Candi+Gedong+Songo
No comments:
Post a Comment