Ken Arok atau sering pula ditulis
Ken Angrok (lahir:1182 - wafat: 1227/1247), adalah pendiri Kerajaan Tumapel
(yang kemudian terkenal dengan nama Singhasari). Ia memerintah sebagai raja
pertama bergelar Rajasa pada tahun 1222 - 1227 (atau 1247). Menurut naskah
Pararaton, Ken Arok adalah putra Dewa Brahma hasil berselingkuh dengan seorang
wanita desa Pangkur bernama Ken Ndok. Oleh ibunya, bayi Ken Arok dibuang di
sebuah pemakaman, hingga kemudian ditemukan dan diasuh oleh seorang pencuri
bernama Lembong. Ken Arok tumbuh menjadi berandalan yang lihai mencuri &
gemar berjudi, sehingga membebani Lembong dengan banyak hutang. Lembong pun
mengusirnya. Ia kemudian diasuh oleh Bango Samparan, seorang penjudi pula yang
menganggapnya sebagai pembawa keberuntungan. Ken Arok tidak betah hidup menjadi
anak angkat Genukbuntu, istri tua Bango Samparan. Ia kemudian bersahabat dengan
Tita, anak kepala desa Siganggeng. Keduanya pun menjadi pasangan perampok yang
ditakuti di seluruh kawasan Kerajaan Kadiri. Akhirnya, Ken Arok bertemu seorang
brahmana dari India bernama Lohgawe, yang datang ke tanah Jawa mencari titisan
Wisnu. Dari ciri-ciri yang ditemukan, Lohgawe yakin kalau Ken Arok adalah orang
yang dicarinya.
Tumapel merupakan salah satu daerah
bawahan Kerajaan Kadiri. Yang menjadi akuwu (setara camat zaman sekarang)
Tumapel saat itu bernama Tunggul Ametung. Atas bantuan Lohgawe, Ken Arok dapat
diterima bekerja sebagai pengawal Tunggul Ametung. Ken Arok kemudian tertarik
pada Ken Dedes istri Tunggul Ametung yang cantik. Apalagi Lohgawe juga
meramalkan kalau Ken Dedes akan menurunkan raja-raja tanah Jawa. Hal itu semakin
membuat Ken Arok berhasrat untuk merebut Ken Dedes, meskipun tidak direstui
Lohgawe. Ken Arok membutuhkan sebilah keris ampuh untuk membunuh Tunggul
Ametung yang terkenal sakti. Bango Samparan pun memperkenalkan Ken Arok pada
sahabatnya yang bernama Mpu Gandring dari desa Lulumbang (sekarang Lumbang,
Pasuruan), yaitu seorang ahli pembuat pusaka ampuh. Mpu Gandring sanggup
membuatkan sebilah keris ampuh dalam waktu setahun. Ken Arok tidak sabar. Lima
bulan kemudian ia datang mengambil pesanan. Keris yang belum sempurna itu
direbut dan ditusukkan ke dada Mpu Gandring sampai tewas. Dalam sekaratnya, Mpu
Gandring mengucapkan kutukan bahwa keris itu nantinya akan membunuh 7 orang,
termasuk Ken Arok sendiri.
Kembali ke Tumapel, Ken Arok
menjalankan rencana liciknya. Mula-mula ia meminjamkan keris pusakanya pada
Kebo Hijo, rekan sesama pengawal. Kebo Hijo dengan bangga memamerkan keris itu
sebagai miliknya kepada semua orang yang ia temui, sehingga semua orang mengira
bahwa keris itu adalah milik Kebo Hijo. Dengan demikian, siasat Ken Arok
berhasil. Malam berikutnya, Ken Arok mencuri keris pusaka itu dari tangan Kebo
Hijo yang sedang mabuk arak. Ia lalu menyusup ke kamar tidur Tunggul Ametung
dan membunuh majikannya itu di atas ranjang. Ken Dedes menjadi saksi pembunuhan
suaminya. Namun hatinya luluh oleh rayuan Ken Arok. Lagi pula, Ken Dedes
menikah dengan Tunggul Ametung dilandasi rasa keterpaksaan.
Pagi harinya, Kebo Hijo dihukum mati
karena kerisnya ditemukan menancap pada mayat Tunggul Ametung. Ken Arok lalu mengangkat
dirinya sendiri sebagai akuwu baru di Tumapel dan menikahi Ken Dedes. Tidak
seorang pun yang berani menentang kepustusan itu. Ken Dedes sendiri saat itu
sedang mengandung anak Tunggul Ametung. [sunting] Mendirikan Kerajaan Tumapel
Pada tahun 1222 terjadi perselisihan antara Kertajaya raja Kadiri dengan para
brahmana. Para brahmana itu memilih pindah ke Tumapel meminta perlindungan Ken
Arok yang kebetulan sedang mempersiapkan pemberontakan terhadap Kadiri. Setelah
mendapat dukungan mereka, Ken Arok pun menyatakan Tumapel sebagai kerajaan
merdeka yang lepas dari Kadiri. Sebagai raja pertama ia bergelar Sri Rajasa
Bhatara Sang Amurwabhumi Kertajaya (dalam Pararaton disebut Dhandhang Gendis)
tidak takut menghadapi pemberontakan Tumapel. Ia mengaku hanya dapat dikalahkan
oleh Bhatara Siwa.
Mendengar sesumbar itu, Ken Arok pun
memakai gelar Bhatara Siwa dan siap memerangi Kertajaya. Perang antara Kadiri
dan Tumapel terjadi di dekat desa Ganter. Pihak Kadiri kalah. Kertajaya
diberitakan naik ke alam dewa, yang mungkin merupakan bahasa kiasan untuk mati.
[sunting] Keturunan Ken Arok Ken Dedes telah melahirkan empat orang anak Ken
Arok, yaitu Mahisa Wonga Teleng, Panji Saprang, Agnibhaya, dan Dewi Rimbu. Ken
Arok juga memiliki selir bernama Ken Umang, yang telah memberinya empat orang
anak pula, yaitu Tohjaya, Panji Sudatu, Tuan Wergola dan Dewi Rambi. Selain
itu, Ken Dedes juga memiliki putra dari Tunggul Ametung yang bernama Anusapati.
Anusapati merasa heran pada sikap Ken Arok yang seolah menganaktirikan dirinya,
padahal ia merasa sebagai putra tertua. Setelah mendesak ibunya (Ken Dedes),
akhirnya Anusapati mengetahui kalau dirinya memang benar-benar anak tiri.
Bahkan, ia juga mengetahui kalau ayah kandungnya bernama Tunggul Ametung telah
mati dibunuh Ken Arok. Anusapati berhasil mendapatkan keris Mpu Gandring yang
selama ini disimpan Ken Dedes. Ia kemudian menyuruh pembantunya yang berasal
dari desa Batil untuk membunuh Ken Arok. Ken Arok tewas ditusuk dari belakang
saat sedang makan sore hari. Anusapati ganti membunuh pembantunya itu untuk
menghilangkan jejak.
Peristiwa kematian Ken Arok dalam
naskah Pararaton terjadi pada tahun 1247. Versi Nagarakretagama Nama Ken Arok
ternyata tidak terdapat dalam Nagarakretagama (1365). Naskah tersebut hanya
memberitakan bahwa pendiri Kerajaan Tumapel merupakan putra Bhatara Girinatha
yang lahir tanpa ibu pada tahun 1182. Pada tahun 1222 Sang Girinathaputra
mengalahkan Kertajaya raja Kadiri. Ia kemudian menjadi raja pertama di Tumapel
bergelar Sri Ranggah Rajasa. Ibu kota kerajaannya disebut Kutaraja (pada tahun
1254 diganti menjadi Singasari oleh Wisnuwardhana). Sri Ranggah Rajasa
meninggal dunia pada tahun 1227 (selisih 20 tahun dibandingkan berita dalam
Pararaton). Untuk memuliakan arwahnya didirikan candi di Kagenengan, di mana ia
dipuja sebagai Siwa, dan di Usana, di mana ia dipuja sebagai Buddha. Kematian
Sang Rajasa dalam Nagarakretagama terkesan wajar tanpa pembunuhan. Hal ini
dapat dimaklumi karena naskah tersebut merupakan sastra pujian untuk keluarga
besar Hayam Wuruk, sehingga peristiwa pembunuhan terhadap leluhur raja-raja
Majapahit dianggap aib. Adanya peristiwa pembunuhan terhadap Sang Rajasa dalam
Pararaton diperkuat oleh prasasti Mula Malurung (1255). Disebutkan dalam
prasasti itu, nama pendiri Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa yang meninggal
di atas takhta kencana. Berita dalam prasasti ini menunjukkan kalau kematian
Sang Rajasa memang tidak sewajarnya. [sunting] Keistimewaaan Ken Arok Nama
Rajasa selain dijumpai dalam kedua naskah sastra di atas, juga dijumpai dalam
prasasti Balawi yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya, pendiri Majapahit tahun
1305.
Dalam prasasti itu Raden Wijaya
mengaku sebagai anggota Wangsa Rajasa.Raden Wijaya adalah keturunan Ken Arok.
Nama Ken Arok memang hanya dijumpai dalam Pararaton, sehingga diduga kuat
merupakan ciptaan si pengarang sebagai nama asli Rajasa. Arok diduga berasal
dari kata rok yang artinya "berkelahi". Tokoh Ken Arok memang
dikisahkan nakal dan gemar berkelahi. Pengarang Pararaton sengaja menciptakan
tokoh Ken Arok sebagai masa muda Sang Rajasa dengan penuh keistimewaan. Kasus
yang sama terjadi pula pada Babad Tanah Jawi di mana leluhur raja-raja
Kesultanan Mataram dikisahkan sebagai manusia-manusia pilihan yang penuh dengan
keistimewaan. Ken Arok sendiri diberitakan sebagai putra Brahma, titisan Wisnu,
serta penjelmaan Siwa, sehingga seolah-olah kekuatan Trimurti berkumpul dalam
dirinya. Terlepas dari benar atau tidaknya kisah Ken Arok, dapat ditarik
kesimpulan kalau pendiri Kerajaan Tumapel hanya seorang rakyat jelata, namun
memiliki keberanian dan kecerdasan di atas rata-rata sehingga dapat
mengantarkan dirinya sebagai pembangun suatu dinasti baru yang menggantikan
dominasi keturunan Airlangga dalam memerintah pulau Jawa.
Kepustakaan
Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990.
Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka
R.M. Mangkudimedja. 1979. Serat Pararaton
Jilid 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku
Sastra Indonesia dan Daerah
Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak
Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
Slamet Muljana. 1979.
Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
Pogadaev, V. A. The Bloody Throne of
Java. Zhivaya istoriya Vostoka (The Live History of Orient). ?oscow: Znanie,
1998, p.172-179.
Sumber : diolah dari Wikipedia
No comments:
Post a Comment