Tribhuwana Wijayatunggadewi adalah
penguasa ketiga Majapahit yang memerintah tahun 1328-1351. Dari prasasti
Singasari (1351) diketahui gelar abhisekanya ialah Sri Tribhuwanotunggadewi
Maharajasa Jayawisnuwardhani. Nama asli Tribhuwana Wijayatunggadewi (atau
disingkat Tribhuwana) adalah Dyah Gitarja. Ia merupakan putri dari Raden Wijaya
dan Gayatri. Memiliki adik kandung bernama Dyah Wiyat dan kakak tiri bernama Jayanagara.
Pada masa pemerintahan Jayanagara (1309-1328) ia diangkat sebagai penguasa
bawahan di Jiwana bergelar Bhre Kahuripan. Menurut Pararaton, Jayanagara merasa
takut takhtanya terancam, sehingga ia melarang kedua adiknya menikah. Setelah
Jayanagara meninggal tahun 1328, para ksatriya pun berdatangan melamar kedua
putri.
Akhirnya, setelah melalui suatu
sayembara, diperoleh dua orang pria, yaitu Cakradhara sebagai suami Dyah
Gitarja, dan Kudamerta sebagai suami Dyah Wiyat. Cakradhara bergelar
Kertawardhana Bhre Tumapel. Dari perkawinan itu lahir Dyah Hayam Wuruk dan Dyah
Nertaja. Hayam Wuruk kemudian diangkat sebagai yuwaraja bergelar Bhre Kahuripan
atau Bhre Jiwana, sedangkan Dyah Nertaja sebagai Bhre Pajang. Menurut
Nagarakretagama, Tribhuwana naik takhta atas perintah ibunya (Gayatri) tahun
1329 menggantikan Jayanagara yang meninggal tahun 1328. Ketika Gayatri
meninggal dunia tahun 1350, pemerintahan Tribhuwana pun berakhir pula. Berita
ini kurang tepat karena menurut prasasti Singasari, pada tahun 1351 Tribhuwana
masih menjadi ratu Majapahit. Berita tersebut menimbulkan kesan bahwa
Tribhuwana naik takhta mewakili Gayatri. Meskipun Gayatri hanyalah putri bungsu
Kertanagara, tapi mungkin ia satu-satunya yang masih hidup di antara
istri-istri Raden Wijaya sehingga ia dapat mewarisi takhta Jayanagara yang
meninggal tanpa keturunan. Tetapi saat itu Gayatri telah menjadi pendeta
Buddha, sehingga pemerintahannya pun diwakili putrinya, yaitu Tribhuwana
Tunggadewi. Menurut Nagarakretagama, Tribhuwana memerintah didampingi suaminya,
Kertawardhana. Pada tahun 1331 ia menumpas pemberontakan daerah Sadeng dan
Keta.
Menurut Pararaton terjadi persaingan
antara Gajah Mada dan Ra Kembar dalam memperebutkan posisi panglima penumpasan
Sadeng. Maka, Tribhuwana pun berangkat sendiri sebagai panglima menyerang
Sadeng, didampingi sepupunya, Adityawarman. Peristiwa penting berikutnya dalam
Pararaton adalah Sumpah Palapa yang diucapkan Gajah Mada saat dilantik sebagai
rakryan patih Majapahit tahun 1334. Gajah Mada bersumpah tidak akan menikmati
makanan enak (rempah-rempah) sebelum berhasil menaklukkan wilayah kepulauan
Nusantara di bawah Majapahit. Pemerintahan Tribhuwana terkenal sebagai masa
perluasan wilayah Majapahit ke segala arah sebagai pelaksanaan Sumpah Palapa.
Tahun 1343 Majapahit mengalahkan raja Kerajaan Pejeng (Bali), Dalem Bedahulu,
dan kemudian seluruh Bali. Tahun 1347 Adityawarman yang masih keturunan Melayu
dikirim untuk menaklukkan sisa-sisa Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Malayu. Ia
kemudian menjadi uparaja (raja bawahan) Majapahit di wilayah Sumatera.
Perluasan Majapahit dilanjutkan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, di mana
wilayahnya hingga mencapai Lamuri di ujung barat sampai Wanin di ujung timur.
Tribhuwana Wijayatunggadewi diperkirakan turun takhta tahun 1351 (sesudah
mengeluarkan prasasti Singasari). Ia kemudian kembali menjadi Bhre Kahuripan
yang tergabung dalam Saptaprabhu, yaitu semacam dewan pertimbangan agung yang
beranggotakan keluarga kerajaan.
Adapun yang menjadi raja Majapahit
selanjutnya adalah putranya, yaitu Hayam Wuruk. Tidak diketahui dengan pasti
kapan tahun kematian Tribhuwana. Pararaton hanya memberitakan Bhre Kahuripan
tersebut meninggal dunia setelah pengangkatan Gajah Enggon sebagai patih tahun
1371. Menurut Pararaton, Tribhuwanotunggadewi didharmakan dalam Candi
Pantarapura yang terletak di desa Panggih. Sedangkan suaminya, yaitu
Kertawardhana Bhre Tumapel meninggal tahun 1386, dan didharmakan di Candi Sarwa
Jayapurwa, yang terletak di desa Japan.
Kepustakaan
Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak
Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS Slamet Muljana. 1979.
Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
Sumber diolah dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Tribhuwana_Wijayatunggadewi
No comments:
Post a Comment