Terletak
di desa Tegalsari Kecamatan Jetis. Masjid ini merupakan peninggalan
Kyai Ageng Hasan Besari, seorang ulama besar yang hidup sekitar tahun
1742 pada jaman pemerintahan Sunan Pakubuwono II.
Masjid
Tegalsari diperkirakan dibangun sekitar abad XVII oleh Kyai Ageng Hasan
Besari. Pada awalnya ukuran masjid itu masih relatif kecil. Bangunan
masjid diperluas lagi oleh cucu Kyai Ageng Hasan Besari, yaitu Kyai
Kasan Besari agar menampung jumlah jamaah yang lebih banyak. Kyai inilah
yang berhasil mengislamkan masyarakat Ponorogo sampai lereng Gunung
Lawu.
Masjid Tegalsari merupakan pusat penyiaran agama Islam
terbesar di wilayah Kabupaten Ponorogo. Di masjid itu pula didirikan
Pondok Tegalsari yang amat tersohor dan mempunyai ribuan santri, berasal
dari seluruh tanah Jawa dan sekitarnya.
Banyak alumni Pondok
Tegalsari yang menjadi tokoh masyarakat yang tercatat dalam sejarah
bangsa Indonesia,antara lain pujangga Jawa R. Ng. Ranggawarsita, tokoh
pergerakan Nasional HOS Cokroaminoto, dan sebagainya. Majid dan Pondok
Tegasari mempunyai kaitan erat dengan kisah pelarian Sunan Paku Buwono
II ke wilayah Ponorogo. Di Pondok inilah Sunan Pakuwuwono II tinggal
beberapa hari dan mendapat bimbingan Kyai Ageng Hasan Besari.
Pada
saat itu, 30 Juni 1742, Kerajaan Kartasura sedang menghadapi
pemberontakan Cina yang dipimpin oleh RM Garendi atau Sunan Kuning.
Begitu hebat pemberontakan sehingga Sunan Paku Buwono II terpaksa
meninggalkan keraton dan menuju wilayah Ponorogo sampai akhirnya bertemu
dengan Kyai Ageng Hasan Besari.Berkat bimbingan Kyai Ageng Hsan
Besari, api pemberontakan dapat dipadamkan dan Sunan Paku Buwono II
dapat bertahta kembali di Kartasura.
Untuk membalas kebaikan
Kyai Ageng Hasan Besari, desa Tegalsari dinyatakan sebagai daerah yang
merdeka atau disebut dengan "PERDIKAN” yang bebas dari segala macam
kewajiban pajak terhadap kerajaan.
Sepeninggal Kyai Ageng Hasan
Besari, kejayaan Pondok Tegalsari tinggal kenangan. Jumlah santrinya
kian menyusut. Walaupun demikian , banyak para santri dan anak cucunya
yang mengembangkan agama Islam dengan mendirikan Pondok Pesantren di
berbagai daerah di seluruh Nusantara. Salah satu yang terbesar adalah
Pondok Modern Darussalam Gontor yang terletak di wilayah kecamatan
Mlarak. Pondok ini didirikan oleh tiga orang cucu Kyai Ageng Hasan
Besari.
Masjid dengan arsitektur jawa ini memliki 36 tiang, yang
mengandung arti jumlah wali / wali songo (3+6=9) yang menyebarkan agama
Islam di Pulau Jawa dan atap berbentuk kerucut yang mengambarkan
Keagungan Allah Swt. Serta didalam masjid ini pula tersimpan kitab yang
berumur 400 tahun yang ditulis oleh Ronggo Warsito.
Komplek Masjid Tegalsari terdiri dari tiga bagian yaitu:
* Dalem Gede / kerajaan kecil yang dulunya merupakan pusat pemerintahan
* Sebuah Masjid
* Komplek makam Kyai Ageng Mohamad Besari
Kini
Pondok Tegalsari memang masih berdiri namun jumlah santrinya hanya
ratusan orang. Walaupun demikian Masjid ini setiap harinya tidak pernah
sepi oleh umat khususnya pada hari jumat kliwon dan hari senin kliwon
dimana diadakan Digrul Ghifili dan Istigosah. Demikian juga setiap
Ramadhan pada malam ganjil Lailatul Qadar, malam yang sangat
ditunggu-tunggu oleh umat Islam, komplek pondok Tegalsari ini banyak
dikunjungi orang dari berbagai daerah untuk melakukan i’tikaf dengan
bersembahyang jamaah tengah malam di Masjid Tegalsari.
Aura Mistis Masjid Tegalsari
Masyarakat
Ponorogo sangat menghormati keberadaan Masjid Tegalsari. Mereka
percaya bila masjid tersebut didirikan oleh kiai yang amat sakti, Kyai
Ageng Hasan Besari dan Kiai Kasan Besari. Kabarnya, tiang masjid yang
terbuat dari kayu jati itu didirikan oleh Kyai Kasan Besari dengan
menamparkan tangannya. Sampai kini rasa hormat masyarakat terhadap
masjid ini masih terlihat dengan jelas. Sepintas Masjid Tegalsari
hampir mirip dengan Masjid Agung Demak. Letak pintu dan jendelanya
nyaris sama.
Bahkan atap masjid sama-sama terbuat dari kayu
jati. Begitu pula dengan tiang masjid yang terbuat dari kayu jati tanpa
paku. Pembangunan masjid ini diwarnai dengan cerita mistik dari Kyai
Kasan Besari.
Menurut Kyai Samsudin Mustofa, pengasuh pondok
pesantren Ki Ageng Mohammad Besari, pembangunan Masjid ini diwarnai
dengan sedikit masalah. Konon, tiang yang terbuat dari kayu jati tidak
dapat berdiri tegak. Dengan kesaktian yang dimiliki Kiai Kasan Besari,
kayu itupun ditampar. Aneh, tiba-tiba kayu itu berdiri yang akhirnya
menjadi tiang utama dari Masjid Tegalsari.
Rupanya masalah tak
kunjung usai. Salah satu tiang masjid yang berada di pojok tidak dapat
ditancapkan ke tiang yang lain. Pasalnya, tiang itu kurang tajam
ujungnya. Lagi-lagi dengan kesaktian yang dimiliki Kyai Kasan Besari
mengurut kayu itu hingga ujung tiang menjadi lancip. Alhasil, tiang
itupun dapat ditancapkan lagi ke tiang utama tanpa memakai paku. Suatu
mukjizat yang sangat nyata, sebuah Masjid Besar yang di buat tanpa
memakai sebuah paku.
No comments:
Post a Comment