Rumah
adat Banjar, biasa disebut juga dengan Rumah Bubungan Tinggi karena bentuk pada
bagian atapnya yang begitu lancip dengan sudut 45ยบ. Bangunan Rumah Adat Banjar
diperkirakan telah ada sejak abad ke-16, yaitu ketika daerah Banjar di bawah
kekuasaan Pangeran Samudera yang kemudian memeluk agama Islam, dan mengubah
namanya menjadi Sultan Suriansyah dengan gelar Panembahan Batu Habang. Sebelum
memeluk agama Islam Sultan Suriansyah tersebut menganut agama Hindu. Ia
memimpin Kerajaan Banjar pada tahun 1596–1620. Pada mulanya bangunan rumah adat
Banjar ini memiliki konstruksi berbentuk segi empat yang memanjang ke depan.
Namun perkembangannya kemudian bentuk segi empat panjang tersebut mendapat
tambahan di samping kiri dan kanan bangunan dan agak ke belakang ditambah
dengan sebuah ruangan yang berukuran sama panjang.
Penambahan
ini dalam bahasa Banjar disebut disumbi. Bangunan tambahan di samping kiri dan
kanan ini tamapak menempel (dalam bahasa Banjar: Pisang Sasikat) dan menganjung
keluar. Bangunan tambahan di kiri dan kanan tersebut disebut juga anjung;
sehingga kemudian bangunan rumah adat Banjar lebih populer dengan nama Rumah
Ba-anjung. Sekitar tahun 1850 bangunan-bangunan perumahan di lingkungan keraton
Banjar, terutama di lingkungan keraton Martapura dilengkapi dengan berbagai
bentuk bangunan lain.
Namun
Rumah Ba-anjung adalah bangunan induk yang utama karena rumah tersebut
merupakan istana tempat tinggal Sultan. Bangunan-bangunan lain yang menyertai
bangunan rumah ba-anjung tersebut ialah yang disebut dengan Palimasan sebagai
tempat penyimpanan harta kekayaan kesultanan berupa emas dan perak. Balai Laki
adalah tempat tinggal para menteri kesultanan, Balai Bini tempat tinggal para
inang pengasuh, Gajah Manyusu tempat tinggal keluarga terdekat kesultanan yaitu
para Gusti-Gusti dan Anang. Selain bangunan-bangunan tersebut masih dijumpai
lagi bangunan-bangunan yang disebut dengan Gajah Baliku, Palembangan, dan Balai
Seba. Pada perkembangan selanjutnya, semakin banyak bangunan-bangunan perumahan
yang didirikan baik di sekitar kesultanan maupun di daerah-daerah lainnya yang
meniru bentuk bangunan rumah ba-anjung. Sehingga pada akhirnya bentuk rumah
ba-anjung bukan lagi hanya merupakan bentuk bangunan yang merupakan ciri khas
kesultanan (keraton), tetapi telah menjadi ciri khas bangunan rumah penduduk
daerah Banjar.
No comments:
Post a Comment