Zaman
Hindu Kerajaan Wengker
Sebelumnya dengan runtuhnya kerajaan Medang di Jawa Tengah
banyak rakyantnya yang pindah ke Jawa Timur. Pada tahun 1928 Empu Sendhok yang
merupakan patih dari kerajaan Medhang dia beserta keluarganya pindah ke Jawa
Timur. Tidak sedikit rakyat yang mengikuti jejak Empu Sendhok untuk pindah ke
Jawa Timur.
Di Jawa Timur kemudian mendirikan sebuah kerajaan, kerajaan
itu diberi nama keraajaan Watonmas. Kerajaan Watonmas itu berada disekitar
sungai Brantas antara Malang dan Surabaya. Kemudian Empu Sendhok itu dinobatkan
sebagai raja pertama dengan gelar Sri Isana Wikrama Darrmotungga Dewa, yang
mana menjadi moyang bagi raja-raja di Jawa selama 300 tahun berturut-turut
sampai dengan tiga keturunan. Akan tetapi kerajaan Watonmas itu tidak bertahan
lama karena diserang oleh musuh sehingga kerajaan Watonmas itu runtuh. Kemudian
muncul suatu kerajaan baru yaitu kerajaan Kahuripan. Kerajaan Kahuripan
dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raja Airlangga. Masa pemerintahan Raja
Erlangga antara tahun 1000-1042. Setelah Empu Sendhok, ternyata juga ada
rombongan lain dari Jawa Tengah yang pindah ke Jawa Timur di bawah pimpinan
putra Raja Medhang yang bernama Kettu Wijaya.
Kemudiaan Kettu Wijaya beserta rombongannya berjalan
melewati jalur sebelah selatan hingga di sebelah timur Gunung Lawu kemudian
mereka beristirahat dan menetap disana. Dengan kejadian itu mereka
mendirikan sebuah kerajaan yang bernama kerajaan Wengker. Berdirinya kerajaan
Wengker itu dibuktikan dengan adanya sebuah prasasti yang ditemukan di Sendang
Kanal Madiun. Didalam prasasti tertulis berdirinya kerajaan Wengker pada tahun
986 – 1037 M dengan rajanya yang bergelar Kettu Wijaya.
Nama Wengker merupakan akronim dari “Wewengkon angker” atau
tempat yang angker. Wilayah kerajaan Wengker meliputi sebelah Utara yaitu
Gunung Kendeng sampai Gunung Pandan. Kemudian sebelah timur merupakan Gunung
Wilis ke selatan sampai ke laut selatan. Kemudian sebelah selatan merupakan
wilayah laut selatan dan sebelah barat dari pegunungan mulai laut kidul ke
utara samapai ke Gunung Lawu.
Kemudian didalam buku Hindhu Yavansche Tiyt halaman
134 yang di tulis oleh Proffesor Doktor N.J. Krom menjelaskan bahwa kerajaan
Wengker terletak di desa Setono Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo
(Purwowijoyo, 1990: 13). Kemudian didalam buku Sejarah Indonesia yang
ditulis oleh Dra. Setyawati Sulaiman juga menjelaskan bahwa kerajaan Wengker
itu terletak di dekat desa Setono (Purwowijoyo, 1990:13).
Kemudian berdasar penelitian menyebutkan bahwa kerajaan
Wengker itu, kerajaannya terletak di desa Kadipaten perbatasan berbatasan
dengan desa Setono. Kerajaan Wengker dipimpin oleh seorang raja bernama Raden
Wijaya atau Kettu Wijaya. Kerajaan Wengker itu kerajaan yang kuat, amat
sentosa, rajanya sakti mandraguna dan rakyatnya banyak yang berilmu tinggi dan
senang dalam melakukan dalam tapa brata.
Kerajaan Wengker dikelilingi oleh sungai yang menjadi batas
kota dan sebagai benteng pertahanan. Selain itu juga terdapat tiga benteng
dalam tanah istilahnya Benteng Pendem. Pada tahun 947 M, Empu Sendhok
digantikan anaknya yang bernama Sri Isyanatungga Wijaya yang menikah dengan Sri
Lokapala. Selanjutnya ia digantikan putranya, Sri Makuyhawangsa Wardana. Sri
Makuthawangsa Wardana mempunyai dua orang putri. Salah satu putrinya menikah
dengan Dharmawangsa. Selanjutnya sang menantu itulah yang kemudian memegang
kekuasaan di Medhang. Salah satu putri Makuthawangsa yang bernama Mahendradatta
menikah dengan Udayana dan mempunyai anak bernama Airlangga. Dalam memimpin
Medhang, Dharmawangsa mempunyai ambisi besar memperluas wilayah. Kerajaan
Medhang saat itu diperkirakan di sekitar daerah Maospati Magetan.
Pada tahun 1016, kerajaan Medhang diserang Sriwijaya bersama
sekutunya yaitu Wurawari dan Wengker, sehingga raja Dharmawangsa dan seluruh
pembesar kerajaan tewas. Kemudian peristiwa itu dikenal dengan sebutan “Pralaya”
atau kehancuran. Selain itu beserta sekutunya ingin menghancurkan Medhang.
Sementara keterlibatan Wengker adalah pengaruh ekspansif Medhang yang berusaha
memperluas wilayah dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil dan juga
persaingan dalam bidang ekonomi.
Satu-satunya yang berhasil lolos dari serangan tersebut
adalah Airlangga yang pada saat itu sedang melangsungkan pernikahan dengan
putri Dharmawangsa. Pada wakti itu usia airlangga 16 tahun, beserta Narotama ia
bersembunyi di hutan sekitar daerah Wonogiri. Pada tahun 1019 M, Airlangga
dinobatkan menjadi raja Kahuripan yang terletak di bekas reruntuhan kerajaan
Medhang. Saat itu bekas kerajaan Medhang sepeninggal Dharmawangsa merupakan
wilayah yang kecil karena setelah terjadinya Pralaya, wilayah Medhang menjadi
terpecah-pecah. Airlangga merupakan raja yang tersohor dan berpengaruh besar.
Tahun 1028 M, Airlangga memulai usahanya menyatukan kembali
wilayah Medhang termasuk terhadap kerajaan Wengker. Tahun 1031 Wengker bisa
ditaklukkan. Pada tahun 1035 kerajaan Wengker ternyata bangkit dan kuat lagi.
Airlangga kembali menyerang Wengker dengan kekuatan pasukan yang besar. Pada
tahun 1037 M, Kettu Wijaya mengalami kekalahan, terpaksa meninggalkan harta
benda dan permaisurinya. Kettu Wijaya lari ke desa Topo kemudian pindah ke
Kapang diikuti bebrapa prajuritnya. Karena terus diserang pasukan Airlangga
lari ke Sarosa. Disinlah akhirnya Kettu Wijaya dapat dikalahkan dan ia dibunh
oleh prajuritnya sendiri. Kettu Wijaya hilang beserta jiwa raganya (muksa).
Dengan semikian berakhir riwayat kerajaan Wengker dibawah pimpinan Kettu
Wijaya. Selanjutnya wilayah Wengker menjadi daerah kekuasaan Airlangga.
Berselang sekitar 200 tahun muncul kerajaan baru yaitu
kerajaan Bantarangin. Terletak di desa Sumoroto kurang lebih 12km arah barat
kota Ponorogo yang masih bagian wilayah kerajaan Wengker.
Pada tahun 1078 kerajaan Wengker dipimpin oleh Kelono
Sewandono. Rajanya yang bernama Kelono Sewandono dan patihnya bernama Kelono
Wijaya yang masih saudara kandung. Raja Kelono Sewandono kakaknya memiliki
paras yang tampan sampai dijuluki Tubagus Kelono Sewandono. Sedangkan adiknya berwajah
jelek, keningnya nong nong, mata pendul, bermulut lebar, gigi besar-besar,
pundak benjol dan rambunta gimbal. Meskipun berwajah jelek namun Kelono
Sewandono memiliki kesaktian yang luar, ahli bertapa dan kaya akan
mantra-mantra (Purwowijoyo,1990:14).
Pada suatu malam Kelono Sewandono bermimpi bertemu dengan
putri Kediri yang bernama Dewi Songgolangit. Keesokan harinya beliau mengutus
adiknya yaitu Kelono Wijaya untuk melamar Dewi Songgolangit ke Kediri. Sang
Prabu Kertojoyo raja Kediri mengetahui jika putrinya ketakutan melihat tamunya
yang baru datang, namun akan menolak takut karena raja Bantarangin itu orangnya
sakti mandraguna. Kemudian dia minta persyaratan untuk proses pernikahan nanti
yaitu (Purwowijoyo,1990:15) :
1.
Minta seperangkat gamelan (gong)
yang belum ada di bumi ini dan digunakan untuk mengiringi jalannya temanten
dari Wengker sampai Kediri.
2.
Minta berbagai mcam hewan isi hutan
yang dihalau ke Kediri untuk mengisi kebun binatang
3.
Minta manusia berkepala harimau.
Sesampainya di Bantarangin segera
menyatakan apa saja yang menjadi permintaan Putri Kediri. Kelono Sewandono
murka mendengar apa yang dikatakan adiknya. Permintaan itu tidak wajar, tidak
akan terlaksana, maka kerajaan kediri akan diserang dengan peperangan. Dengan
kesaktian ilmunya seluruh hewan hutan dapat dikumpulkan di alun-alun lalu
merakit alat musik model baru yang terbuat dari bambu dan kayu seperti seruling
(terompet), angklung, ketipung dan gendang. Ketuk, kenong dan kempul juga dari
bambu. Seperangkat alat musik (gamelan) yang terbuat dari bambu semuanya sudah
disiapkan termasuk penabuhnya (pemainnya). Tinggal manusia berkepala harimau
(macan) yang akan diketemukan nanti.
Sesudah semua persyaratan selesai
calon temanten laki-laki yaitu Raja Bantarangin diiring menuju kerajaan Kediri.
Gamelan (musik) dipukul dengan sorak sorai, gembira, gemuruh laksana batu bata
runtuh. Waktu itu Kelono Wijaya tidak boleh ikut karena nanti akan menakuti
Putri Kediri dan dikatakan kakaknya bila ikut memalukan karena jelek rupanya.
Akhirnya mengalah dan menerima untuk menjaga kerajaan.
Ternyata Patih Kediri yang bernama
Singolodro yang juga disebut Barongseta juga menghendaki ingin menyunting Dewi
Songgolangit. Patih Singolodro itu juga sakti mandraguna, dan kondang dapat
berubah menjadi harimau putih karena itu disebut Barongseto. Mendengar
ramai-ramai gemuruh sorak-sorai masuk kota secepat kilat dengan penuh
keberanian menerjang barisan pengiring pengantin. Para pengiring temanten bubar
lari kesana kemari. Hewan yang digiringpun lari tak karuan hanya tinggal
Barongseta berhadapan dengan Kelono Sewandono.
Keduanya lalu perang tanding Kelono
Sewandono naik kuda sambil membawa tombak Singolodro membawa tameng dengan
sebilah pedang. Singolodro terkena tombak Kelono Sewandono seketika berubah
menjadi harimau gembong yang berwarna putih menubrak musuh mengenai leher
bagian belakang terlepas dari kudanya. Bergulung-gulung antara harimau dengan
manusia. Akhirnya Kelono Sewandono jatuh terbanting dicengkram oleh harimau.
Kemudian dicakar, dicengkeram, dikunyah-kunyah, dibangting-banting seperti
kucing makan tikus dibuat permainan oleh Singolodro.
Kelono Wijaya yang menunggu
kerajaan, merasa malu karena kakaknya menghinanya, malu mengakui saudaranya
karena jelek rupa lalu dia pergi dari kerajaan bertapa di gunung Wilis
menggugat para dewa menuntut keadilan minta wajah yang bagus seperti kakaknya.
Kemudian permintaan itu diterima, turunlah Dewa dari kayangan memberi topeng
mas yaitu topeng manusia yang bagus seperti halnya Kelono Seswandono, satunya
berupa pecut atau cambuk yang diberi nama pecut Samandiman. Setelah
Kelono Wijaya sampai di alun-alun Kediri tahu kakaknya dimakan harimau gembong,
lalu didekatinya. Pecut Samandiman diacungkan diatasnya. Tidak tahu asal
usulnya darimana, seketika Singolodro kehabisan tenaga, lemah lunglai tanpa
daya sambil mengaduh.
Kelono Wijaya menolong kakaknya,
dengan mengucap mantra-mantra sambil memegang seluruh tubuhnya, seketika
kekuatan Kelono Sewandono kembali seperti sediakala, luka-luka sudah hilang,
hanya luka bekas cakaran kuku harimau di mukanya yang tidak bisa pulih. Setelah
selesai menolong kakaknya lalu menolong Singolodro. Diraba seluruh tubuhnya
seketika itu berubah menjadi manusia tetapi kepalanya masih kepala harimau. Ini
untuk mencukupi permintaan Dewi Songgolangit yang ketiga. Dengan kesaktian
Kelono Wijaya, hewan-hewan yang tadinya lepas kesana kemari dengan petikan jari
tangan saja sudah datang sendiri, setelah berkumpul terus menghadap Raja
Kediri. Singolodro yang berubah berkepala harimau berada di belakang jadi
genaplah persembahan 3 macam yang menjadi persyaratan Dewi Songgolangit telah
dapat dipenuhi.
Kemudian diketahui jika putri
Songgolangit hilang tidak diketahui kemana arahnya lalu bersama-sama
mencarinya. Sampai disalah satu gunung di sana terdapat gua yang tertutup batu.
Penutup gua itu diketuk dengan jari oleh Singolodro. Batu hancur lebur,
kelihatan Dewi Songgolangit merebahkan tubuhnya dibatu. Kelono Sewandono senang
hatinya, lalu dibujuk di ajak pulang, disanjung akan kecantikannya diajak ke
kerajaan Bantarangin. Karena sepatah katapun Dewi Songgolangit tidak menjawab
Kelono Sewandono marah, karena merasa dihina. Diapun berkata : “Orang idiajak
bicara sepatah katapun kok tidak menjawab hampa diam seperti batu” terbukti sumpah
yang dikatakan Kelono Wijaya, seketika Dewi Songgolangit berubah menjadi batu,
berwujud arca seorang wanita (Purwowijoyo,1990:19).
Kelono Sewandono lalu menyerah, bila
seperti itu memang bukan jodohnya, lalu diputuskan untuk pulang. Karena
pinangannya gagal,akan lewat jalan semula merasa malu maka mencari jalan lain.
Kelono Wijaya ingin Pecut Samandiman pemberian dewa akan dicoba kesaktiannya.
Bermula akan lewat jalan bawah tanah mulai dari gua yang kemudian disebut gua
Selomangleng di gunung Klotok, tanah dicambuk pecut bisa gusur, bisa berlubang
seperti terowongan yang mudah dilewati. Sampai di kerajaan Bantarangin dapat
melihat keluar dengan cara membelah sungai. Tempat pemunculannya merupakan gua
yang yang dinamakan gua Bedali dari kata mbedhah kali (Jawa). Karena
didalam gua itu terdapat sungai yang airnya mengalir. Selanjutnya Raja
Bantarangin karena merasa kecewa akan menikah yang gagal, dia tidak akan
menikah. Sebagai hiburan yang menjadi gantinya lalu ia memelihara anak
laki-laki yang ganteng atau yang biasa disebut dengan gemblakan. Raja
Bantarangin juga dikanal sebagai raja warok pertama. Warok berasal dari WARA
yang memiliki arti pria agung, pria yang diagungkan.
Sesudah peristiwa raja Bantarangin,
mempunyai peninggalan berupa sepetrangkat gamelan (musik) terbuat dari bambu.
Itu diwariskan kepada rakyat lalu diperagakannya. Mencontoh perjalanan rajanya
seperti itu lalu menjadi sebuah kesenian yang dinamakan REYOG
(Purwowijoyo,1990:20).
Wengker
Zaman Majapahit
Dimasa pemerintahan Airlangga, wilayah kerajaan wengker
tidak pernah terjadi peprangan maupun persengketaan, sebaliknya menjadi daerah
yang aman tentram. Airlangga membagi Kahuripan menjadi dua yaitu Kediri atau
Daha dan Jenggala atau Panjalu. Sepeninggal airlangga terjadi perang saudara antara
kedua kerajaan tersebut. Situasi yang tidak stabil digunakan Wengker menyusun
kekuatan baru sehingga sampai berdirinya Majapahit nama Wengker masih terdengar
jelas bahkan hubungan kedua kerajaan terjalin dengan baik.
Dimasa pemerintahan Majapahit, Wengker dipimpin oleh seorang
raja yang bernama Kudamerta atau Wijayarajasa. Dalam kitab Nagarakartagama
disebutkan “Priya haji sang umunggu Wengker bangun hyang Upandra Nurun
Narpari Wijayarajasanopamana parama-ajnottama”. Bahwa yang membangun
kerajaan Wengker adalah Wijayarajasa sebagai raja pertama. Kemudian dalam kitab
ini juga disebutkan Raden Kudamerta menikah dengan Bhre Dhaha. Raden Kudamerta
berkedudukan di Wengker dengan nama Bhre Parameswara dari Pamotan yang dikenal
dengan nama Sri Wijayarajasa. Yang dimaksud Bhre Dhaha adalah Dewi Maharajasa
adik dari Tribhuwana. Berarti Wijayarajasa adalah menantu Raden Wijaya.
Selain menjadi raja Wengker, Wijayarajasa merupakan tokoh
yang mempunyai peran besar di Majapahit antara lain salah satu dari 8 tokoh yang
diundang pada waktu pengangkatan mahapatih Gajahmada tahun 1364 M, diangkat
menjadi anggota dewan Sapta Prabu, menjadi anggota dewan pertimbangan agung
tahun 1351 M, mengambil tindakan tegas terhadap kesalahan yang dilakukan
Gajahmada atas peristiwa Bubat dan mendapat penghargaan dari Tribhuwana
Tunggadewi.
Putra Wijayarajasa yang bernama Susumma Dewi atau Paduka
Sori menikah dengan Hayam Wuruk pada tahun 1357 M, setelah prabu Hayam Wuruk
gagal menikah dengan putri Pajajaran yang meninggal pada peristiwa Bubad.
Pernikahan itu merupakan pernikahan keluarga karena ibu Susumma Dewi adalah
adik Tribhuwana Tunggadewi yang merupakan ibu Hayam Wuruk. Hayam Wuruk dan
Susumma Dewi merupakan sama-sama cucu Raden Wijaya atau Kertarajasa
Jayawardhana.
Dari pernikahan-pernikahan yang melibatkan dua kerajaan
yaitu kerajaan Majapahit dan kerajaan Wengker. Menurut Dr. N.J. Krom, bahwa
untuk pergi ke Bubad disamakan dengan ke Wengker. Seperti kita ketahui bahwa
Perang Bubad terjadi sebagai akibat pernikahan politik yaitu salah satu cara
Majapahit menaklukkan kerajaan disekitarnya. Walaupun wengker adalah daerah
kekuasaan Majapahit tetapi kekuatan Wengker sangat diperhitungkan Majapahit.
Kerajaan Wengker jarang diungkap keadaannya karena peran Wijayarajasa lebih banyak
di Majapahit dibanding memimpin kerajaannya sendiri. Pusat pemerintahan Wengker
ketika dipimpin Wijayarajasa berada di sekitar Kecamatan Sambit Ponorogo.
Wijayarajasa meninggal pada tahun 1310 Saka dan dimakamkan di Manar dengan nama
Wisnubhawano.
Zaman kepimpinan Wengker dimasa Majapahit berikutnya adalah
Dyah Suryawikrama Girishawardana, ia adalah anak Dyah Kertawijaya. Ia memimpin
Wengker sejak ayahnya masih memimpin pemerintahan Majapahit tahun 1447-1451 M.
Setelah kekosongan kekeuasaan selama tiga tahun ia memimpin Majapahit selama 10
tahun (1456-1466 M). Dalam kitab Pararaton ia bergelar Bhre Hyang Purwawisesa.
Ia meninggal tahun 1466 M dan dimakamkan di Puri. Sampai masa ini nama Wengker
masih disebut dalam sejarah Majapahit.
Zaman Majapahit terakhir yaitu Brawijaya V sampai runtuhnya
kerajaan Majapahit, Wengker masih ada. Tetapi yang berkuasa di kerajaan Wengker
sudah tidak ada. Pemerintahannya hanya tinggal daerah Kademangan. Berada di
sebelah selatan juga disebut Kademangan Wengker, Demangnya bernama Kethut
Suryangalam. Melihat kata Ketut kiranya perubahan dari kata Kettu, nama raja
Wengker pertama yaitu Kettu Wijaya. Dapat disimpulkan Ketut Suryangalam masih
keturunan Kettu Wijaya.
Demang Suryangalam kondang akan kedigdayaannya, sakti
mandraguna, tidak mempan segala senjata. Sampai zaman Wengker berakhirnya,
rakyatnya beragama Hindu. Memuja kepada Syiwa, Brahma dan Budhayang
arca-arcanya semua ada di Ponorogo.
Zaman
Islam Kadipaten Ponorogo
Diakhir kejayaan Majapahit yang mana wilayah Majapahit
terpecah-pecah. Wilayahnya seperti Demak, Jepara, Tuban, Gresik dan Surabaya
memerdekakan diri. Kerajaan Majapahit itu terakhirnya kerajaan Hindu di Tanah
Jawa. Raja yang terakhir Prabu Brawijaya V juga masih ada Brawijaya VI dan VII
tetapi sudah tidak ada kekuasaan sama sekali. Runtuhnya Majapahit pada tahun
1478 oleh Raja Kediri atau Daha yang bernama Ronowijaya Girinda Wardana, lalu
dikalahkan oleh Adipati Bintoro Raden Patah. Pusaka kerajaan dan Pendopo
kerajaan dipindah ke Demak. Raden Katong putra Brawijaya V ikut diboyong ke
Demak. Demak menguasai kota-kota pesisir lain seperti Lasem, Tuban, Gresik dan
Sedayu. Raden Patah diakui sebagai pemimpin kota-kota dagang pesisir dengan
gelar Sultan.
Raden Patah merupakan putra Prabu Majapahit dengan putri Cina
yang pada waktu itu hamil muda kemudian diberikan kepada Arya Damar, setelah
lahir diberi nama Raden Patah. Prabu Majapahit yang mempunyai istri putri Cina
adalah Brawijaya terakhir. Arya Damar menyatakan kepada permaisurinya bahwa
putranya tersebut akan menjadi raja Islam yang pertama di Jawa. Sebagaimana
kita ketahui bahwa kerajaan Islam yang pertama di tanah Jawa adalah Demak.
Pada saat Raden Patah menginjak kerajaan Hidu Majapahit
telah mulai runtuh yang disebabkan perlawanan kaum bangsawan yang telah
mendirikan kota di pantai utara dan mendapat dukungan Islam. Kesempatan ini
dipergunakan Raden Patah untuk menemui Sunan Ampel atau Raden Rahmad. Raden
Patah mengutarakan beberapa hal mengenai Majapahit yang telah lemah. Raden
Patah tinggal di rumah Raden Rahmad untuk belajar beberapa hal setelah cukup
diberi kedudukan di Bintoro. Bintoro dikembangkan atas dasar Islam. Mendengar
hal tersebut raja Majapahit Prabu Brawijaya mengangkat Raden Patah menjadi
mangkubumi di Bintoro. Berkat dukungan para wali, Bintoro berkembang menjadi
kerajaan Islam pertama sengan nama Demak pada tahun 1403 Saka atau tahun 1481
M, dibawah pimpinan Raden Patah dengan gelar Panembahan Djimbun.
Seiring munculnya Demak Majapahit semakin parah dilanda
krisis, Brawijaya telah direbut oleh Girishawardana yang sebenarnyatidak berhak
atas tahta Majapahit. Pada waktu raja Brawijaya terakhir, telah memberi
kekuasaan kepada Raden Patah yang kelak kemudian berkembang menjadi kerajaan
Demak. Hal yang berbeda dialami putra Brawijaya V lain yang bernama Raden
Katong yang belum mempunyai wilayah kekuasaan. Hingga terdengar berita bahwa
sebelah timur Gunung Lawu ada seorang demang dari Kutu yang tidak mau menghadap
ke Majapahit. Maka Raden Katong disuruh menghadapkan demang tersebut ke Majapahit.
Kemudian Raden Katong di Demak lalu masuk Islam.
Demang Kutu tersebut adalah Ki Ageng Suryangalam atau
terkenal dengan sebutan Kutu. Ia merupakan Punggawa Majapahit yang masih
termasuk kerabat keraton maka oleh Prabu Kertabumi atau Brawijaya V, ia diberi
jabatan Demang. Kademangan Kutu atau Surukubeng wilayahnya adalah bekas
kerajaan Wengker yang mana seiring semakin melemahnya Majapahit. Kyai Ageng
Kutu meneruskan tata cara dan adat kerajaan Wengker dahulu. Para pembantu dan
punggawanya diajarkan beladiri dan berperang serta tapa brata.
Raden Katong datang di Demak. Disertai dengan Seloaji diutus
memeriksa bekas kerajaan Wengker yang ada di sebelah timur Gunung Lawu dan
disebelah barat Gunung Wilis ke selatan sampai laut selatan. Mereka berangkat
berdua, sampai sebelah barat Gunung Wilis bertemu dengan Kyai Ageng Mirah. Kyai
Ageng Mirah itu merupakan putra dari Kyai Ageng Gribig seorang ulama dari
Malang. Kyai Gribig putra dari Wasi Begono. Wasi Begono putra dari Brawijaya V.
Kyai Ageng Mirah niatnya akan menyiarkan agama Islam di Wengker. Tetapi tidak
bisa berlangsung karena penduduk Wengker semua beragama Budha. Mereka kemudian
sepakat berjuang bersama, Raden Katong atas dasar pemerintahan sedangkan Kyai
Ageng Mirah atas dasar penyebearan agama Islam. Mereka selalu koordinasi
terhadap apa yang mereka hadapu dalam perjuangan ini. Kyai Ageng Mirah senang
mendapat mitra Raden Katong karena masih keturunan Majapahit. Masalah Raden
Katong adalah Kyai Ageng Kutu tidak mau menghadap ke Majapahit sedangkan Kyai Ageng
Mirah kesulitan dalam menyebarkan agama Islam. Setelah saling berkenalan dan
saling mengutarakan apa yang menjadi kepentingannya karena sama-sama tujuannya,
mereka bertiga lalu meneruskan perjalanan melakukan pengamatan sampai laut
selatan.
Pihak Raden Katong berusaha melakukan pendekatan persuasif
terhadap pihak Ki Ageng Kutu, antara lain dilakukan Kyai Ageng Mirah terhadap
Kyai Ageng Kutu secara dialogis agar Kyai Ageng Kutu bersedia mengahdap ke
Majapahit. Tetapi Kyai Ageng Kutu menolak dengan alasan antara lain kerajaan
Majaphit yang memberi pintu bagi penyebaran agama Islam padahal wilayah Wengker
kebanyakan menganut agama sendiri yaitu Hindu dan Budha. Kyai Ageng Kutu
menganggap penyebaran Islam yang dipimpin Raden Patah justru Majapahit mengangkatnya
menjadi penguasa Demak Bintoro. Kyai Ageng Mirah menjelaskan bahwa pengangkatan
Raden Patah tidak salah karena masih putra Brawijaya V. Teteapi Kyai Ageng Kutu
tetap menganggap hal yang dilakukan Majapahit merupakan hal yang menyalahi
aturan kerajaan sendiri. Akhirnya upaya dialogis yang dilakukan Kyai Ageng
Mirah gagal.
Upaya persuasif dari pihak Raden Katong yang gagal
dilaporkan kepada Prabu Brawijaya V, dan langkah yang dilakukan Brawijaya
adalah mengirim pasukan Majapahit untuk menumpas Kyai Ageng Kutu. Rombongan
pasukan tersebut di pimpin oleh Raden Katong. Pada dasarnya Raden Katong tidak
mau bermusuhan dengan pihak Wengker mengingat jasa Kyai Ageng Kutu terhadap
Majapahit begitu banyak. Tetapi Seloaji memberi nasihat bahwa apa yang dianggap
Kyai Ageng Kutu benar adalah menurut Kyai Ageng Kutu sendiri, sedangkan pihak
kerajaan menganggap hal yang menyalahi peraturan dan Raja pun langsung
memerintahkan untuk menumpas, maka ia menasehati Raden Katong untuk tidak
ragu-ragu dalam bertindak.
Kemudian terjadilah peperangan antara tentara Majapahit yang
dipimpin Raden Katong beserta Kyai Ageng Mirah dan Seloaji serta beberapa tokoh
lain. Jalannya peperangan termasuk didalamnya strategi perang yang dilakukan.
Maka pada tahun 1468 M, Kutu sebagai ibukota Wengker jatuh ke tangan Raden
Katong dan bala tentaranya. Kyai Ageng Kutu bisa dikalahkan tetapi tidak
ditemukan jasadnya atau musnah di bukit yang kemudian disebut dengan Gunung
Bacin. Kyai Honggolono sebagai tangan kanan Kyai Ageng Kutu Tewas dalam pertempuran
ini. Raden Katong sangat terharu melihat kematian Ki Honggolono dan musnahnya
Kyai Ageng Kutu mengingat mereka berdua adalah para perwira yang berjasa besar
kepada Majapahit terutama ketika merebut kembali Wengker yang sempat dikuasai
Kediri. Konsolidasi dalam keluarga Kyai Ageng Kutu juga dilakukan antara lain
menikahi dua putri Kyai Ageng Kutu yaitu Niken Sulastri dan Niken Gandini,
putra pertama Kyai Ageng Kutu yang bernama Surohandoko menggantikan kedudukan
ayahnya di Kademangan Kutu, Suryongalim dijadikan Kepala Desa di Ngampel, Warok
Gunoseco menjadi kepala desa di Siman, Waro Tromejo di Gunung Loreng Slahung.
Setelah selesai kemudian kembali ke Demak, Kyai Ageng Mirah
ikut sampai Demak. Setelah beberapa bulan di Demak, Raden Katong, Seloaji dan
Kyai Ageng Mirah diutus kembali ke Wengker dengan diberi pangkat. Raden Katong
diangkat menjadi Adipati bergelar Kanjeng Panembahan Batara Katong. Maka diberi
nama Batara, karena Wengker rakyatnya semua beragama Budha
(Purwowijoyo,1990:23).
sumber:
Krist, A. 2012. Kerajaan Wengker
Masa Lalu Ponorogo. (online), (http://pilgrim74.wordpress.com/2012/02/16/kerajaan-wengker-masa-lalu-ponorogo/).
Purwowijoyo. 1985. Babad Ponorogo
Jilid I. Ponorogo : Depdikbud Kantor Kabupaten Ponorogo.
Purwowijoyo. 1990. Babad Ponorogo
Jilid VII : Ponorogo Zaman Belanda. Ponorogo : Depdikbud Kantor Kabupaten
Ponorogo.
Suwito, E. 2011. Kerajaan Wengker
Sebelum Majapahit. (online), (http://erlienshu.blogspot.com/2011/11/kerajaan-wengker-sebelum-majapahit.html).
Krist,
No comments:
Post a Comment