Pada tahun 1478 Masehi Kerajaan Majapahit jatuh
dan kemasyhurannya telah hilang kemudian muncullah kerajaan baru yaitu Kerajaan
Demak dibawah pimpinan Raden Patah. Raden Bathara Katong yang merupakan putra
dari raja Majapahit Brawijaya V ikut bergabung dengan kakaknya Raden Patah di
Kerajaan Demak. Raden Bathara Katong dididik kakaknya dengan ajaran-ajaran
Islam.
Setelah dewasa Raden Bathara Katong diberi tugas
oleh Raden Patah untuk pergi ke Wengker untuk menyelidiki daerah tersebut
bersama Senapati Sela Aji. Wengker adalah wilayah yang berada di sebelah
timur Gunung Lawu. Batas sebelah selatan adalah laut selatan, batas timur
adalah Gunung Wilis dan batas sebelah utara adalah wilayah Majapahit. Raden
Bathara Katong dan Senapati Sela Aji tiba di wilayah Wengker ketika hari mulai
gelap. Mereka mulai kebingungan untuk menjalankan tugas karena belum mengenal
seluk beluk Wengker, ditambah lagi hari yang mulai menginjak malam. Untunglah
dari kejauhan terlihat nyala api yang menyala. Mereka segera menuju ketempat
asal api menyala. Setelah dekat dari pusat api terlihat sebuah rumah sederhana
yang di sampingnya terdapat bangunan surau kecil.
Kedatangan Raden Bathara Katong dan Senapati Sela
Aji disambut gembira dan senang hati oleh pemilik rumah dan surau kecil itu,
yaitu seorang lelaki tua. Lelaki tua tersebut mengenalkan dirinya dengan nama
Kiai Ageng Mirah. Raden Bathara Katong dan Senapati Sela Aji mengaku terus
terang jika mereka adalah utusan dari Kerajaan Demak untuk menyelidiki daerah
Wengker.
Kiai Ageng Mirah merasa senang hati menerima tamu
agung dari Kerajaan Demak. Keduanya kemudian diajak sholat magrib berjamaah.
Setelah usai sholat Kiai Ageng Mirah mulai menceritakan seluk beluk dan garis
besar daerah Wengker. Setelah hari larut malam, Kia Ageng Mirah menyuruh mereka
menginap dirumahnya.
Keesokan harinya Kia Ageng Mirah menyertai Raden
Bathara Katong dan Senapati Sela Aji melihat – lihat keadaan. Setelah dirasa
cukup Raden Bathara Katong dan Sela Aji kembali ke Demak dengan mengajak
Ki Ageng Mirah untuk melaporkan hasil penyelidikkannya. Setelah mendengar
laporan dari Bathara Katong, Raden Patah memutuskan mengangkat Raden Bathara
Katong sebagai penguasa Wengker, dan mengangkat Senapati Sela Aji sebagai
patih. Sedangkan Ki Ageng Mirah diangkat menjadi penasehat. Raden Bathara
Katong bersama patih Sela Aji dan Ki Ageng Mirah kembali ke Wengker. Mereka
disertai 40 prajurit Demak untuk membuka hutan di Wengker. Sesampainya di
Wengker mereka sibuk mencari tempat yang cocok untuk mendirikan kadipaten.
Sampai akhirnya mereka sampai di hutan glagah yang berbau wangi. Raden Bathara
Katong member nama hutan itu Glagah Wangi. Di hutan inilah rombongan mulai
membuka hutan.
Pekerjaan membuka hutan pun selesai, kemudian
dilanjutkan membangun tempat tinggal. Namun dalam pembuatan tempat tinggal ini
mendapatkan halangan. Ketika rumah telah usai didirikan keesokan harinya
rumah-rumah tersebut roboh lagi. Ki Ageng Mirah tahu kalau ada makhluk yang
mengganggu. Ki Ageng Mirah kemudian mengajak Raden Bathara Katong untuk
bertapa. Pada tengah malam muncul hal gaib yaitu keluar angin besar dan
tiba-tiba muncul dua sosok makhluk tinggi besar. Mereka mengaku penunggu hutan
yang dibuka Raden Bathara Katong, mereka bernama Jayadrana dan Jayadipa.
Kemudian Raden Bathara Katong meminta ijin kepada mereka untuk mendirikan
sebuah kadipaten ditempat tersebut. Setelah mendapatkan izin dari Jayadrana dan
Jayadipa pembangunan dapat diselesaikan dengan lancar. Jayadipa pula yang
kemudian menunjukkan tempat yang cocok untuk pusat kota. Tempat itu berada di
tengah-tengah hutan yang sudah dibuka tersebut. Ditempat ini pula Raden Bathara
Katong menemukan tiga pusaka. Pusaka yang pertama berbentuk paying yang bernama
Payung Tunggul Wulung, pusaka kedua berupa tombak yang bernama tombak
Tunggul Naga. Dan pusaka yang ketiga berupa sabuk yang bernama Sabuk Chinde
Puspita.
Pada saat Raden Bathara Katong mengambil ketiga
pusaka tersebut terjadi tiga kali ledakan besar dan membuat tanah berhamburan.
Tanah – tanah yang berhamburan tersebut kemudian membentuk lima bukit.
Bukit-bukit tersebut ada yang dinamakan Gunung Lima dan Gunung Sepikul.
Sedangkan lobang bekas ledakan menjadi sebuah goa yang diberi nama Goa Sigala
Gala. Ternyata ketiga pusaka terrsebut adalah milik ayah Raden Bathara Katong,
Prabu Brawijaya V. Saat itu Majapahit di bawah pimpinan Raja Brawijaya V
diserang oleh Raja Girindrawardana. Kemudian Raja Brawijaya mengungsi ke
Wengker bersama Jayadrana dan Jayadipa.
Raden Bathara Katong semakin mantap membangun
Wengker setelah mendapatkan pusaka warisan orang tuanya. Pembangunan Wengker
mulai berkembang dengan baik. Hutan sudah berhassil dibuka. Rumah sudah
didirikan, banyak pendatang yang ikut bergabung didalamnya. Akhirnya
terbentuklah sebuah kadipaten baru.
sumber :
wikipedia.com
wikipedia.com
Purwo Purwowijoyo.
1985. Babad Ponorogo Jilid I. Ponorogo : Depdikbud Kantor Kabupaten
Ponorogo.
Purwo Purwowijoyo.
1990. Babad Ponorogo Jilid VII : Ponorogo Zaman Belanda. Ponorogo :
Depdikbud Kantor Kabupaten Ponorogo.
No comments:
Post a Comment