Pangeran Puger (wafat: Kartasura,
1719) adalah raja ketiga Kasunanan Kartasura yang setelah naik takhta bergelar
Sri Susuhunan Pakubuwana I. Ia memerintah pada tahun 1704 - 1719. Naskah-naskah
babad pada umumnya mengisahkan tokoh ini sebagai raja agung yang bijaksana.
Nama asli Pangeran Puger adalah Raden Mas Darajat. Ia merupakan putra Sunan
Amangkurat I, raja terakhir Kesultanan Mataram yang lahir dari Ratu Wetan atau
permaisuri kedua. Ibunya tersebut berasal dari Kajoran, yaitu sebuah cabang
keluarga keturunan Kesultanan Pajang. Mas Darajat pernah diangkat menjadi
pangeran adipati anom (putra mahkota) ketika terjadi perselisihan antara
Amangkurat I dengan Mas Rahmat.
Mas Rahmat adalah kakak tiri Mas
Darajat yang lahir dari Ratu Kulon atau permaisuri pertama. Amangkurat I
mencopot jabatan adipati anom dari Mas Rahmat dan menyerahkannya kepada Mas
Darajat. Namun, ketika Keluarga Kajoran terbukti mendukung pemberontakan
Trunajaya tahun 1674, Amangkurat I terpaksa menarik kembali jabatan tersebut
dari tangan Mas Darajat. Puncak pemberontakan Trunajaya terjadi pada tahun
1677. Pangeran dari Madura tersebut melancarkan serangan besar-besaran ke ibu
kota Kesultanan Mataram yang terletak di Plered. Amangkurat I melarikan diri ke
barat dan menugasi Adipati Anom (Mas Rahmat) untuk mempertahankan istana.
Namun, Adipati Anom menolak dan memilih ikut mengungsi. Pangeran Puger pun
tampil menggantikan kakak tirinya tersebut untuk membuktikan kepada sang ayah
bahwa tidak semua anggota Keluarga Kajoran terlibat pemberontakan Trunajaya.
Ketika pasukan Trunajaya tiba di istana Plered, pihak Amangkurat I telah pergi
mengungsi. Pangeran Puger pun berjuang menghadapinya. Namun, kekuatan musuh
sangat besar. Ia terpaksa menyingkir ke desa Jenar. Di sana Pangeran Puger
membangun istana baru bernama Kerajaan Purwakanda. Ia mengangkat diri sebagai
raja bergelar Susuhunan Ingalaga. Trunajaya menjarah harta pusaka keraton
Mataram. Ia kemudian pindah ke markasnya di Kediri.
Pada saat itulah Sunan Ingalaga
kembali ke Plered untuk menumpas sisa-sisa pengikut Trunajaya yang sengaja
bertugas di sana. Sunan Ingalaga pun mengangkat dirinya sebagai raja Mataram
yang baru. Sementara itu Amangkurat I meninggal dunia dalam pengungsiannya di
daerah Tegal. ia sempat menunjuk Adipati Anom sebagai raja Mataram yang baru
bergelar Amangkurat II. Sesuai wasiat ayahnya tersebut, Amangkurat II pun
meminta bantuan VOC - Belanda. pemberontakan Trunajaya akhirnya berhasil
ditumpas pada akhir tahun 1679. Amangkurat II merupakan raja tanpa istana
karena Plered telah diduduki Sunan Ingalaga, adiknya sendiri. Ia pun membangun
istana baru di hutan Wanakerta, yang diberi nama Kartasura pada bulan September
1680. Amangkurat II kemudian memanggil Sunan Ingalaga supaya bergabung
dengannya tapi panggilan tersebut ditolak. Penolakan tersebut menyebabkan
terjadinya perang saudara. Akhirnya, pada tanggal 28 November 1681 Sunan
Ingalaga menyerah kepada Jacob Couper, perwira VOC yang membantu Amangkurat II.
Sunan Ingalaga pun kembali bergelar Pangeran Puger dan mengakui kedaulatan
kakaknya sebagai Amangkurat II. Kekalahan Pangeran Puger menandai berakhirnya
Kesultanan Mataram yang kemudian menjadi daerah bawahan Kasunanan Kartasura.
Meskipun demikian, naskah-naskah babad tetap memuji keberadaan Pangeran Puger
sebagai orang istimewa di Kartasura. Yang menjadi raja memang Amangkurat II,
namun pemerintahan kasunanan seolah-olah berada di bawah kendali adiknya itu.
Hal ini dapat dimaklumi karena
naskah-naskah babad ditulis pada zaman kekuasaan raja-raja keturunan Pangeran
Puger. Amangkurat II berhasil naik takhta berkat bantuan VOC, namun disertai
dengan perjanjian yang memberatkan pihak Kartasura. Ketika keadaan sudah
tenang, Patih Nerangkusuma yang anti Belanda mendesaknya supaya mengkhianati
perjanjian tersebut. Pada tahun 1685 Amangkurat II melindungi buronan VOC
bernama Untung Suropati. Kapten Francois Tack datang ke Kartasura untuk
menangkapnya. Amangkurat II pura-pura membantu VOC. Namun diam-diam, ia juga
menugasi Pangeran Puger supaya menyamar sebagai anak buah Untung Suropati.
Dalam pertempuran sengit yang terjadi di sekitar keraton Kartasura pada bulan
Februari 1686, tentara VOC sebanyak 75 orang tewas ditumpas pasukan Untung
Suropati.Pasukan Untung Suropati berhasil membunuh Kapten Tack yang tidak
berhasil turun dari kudanya.Setelah itu hujan lebat turun. Amangkurat II
meninggal dunia pada tahun 1703. Takhta Kartasura jatuh ke tangan putranya yang
bergelar Amangkurat III. Menurut Babad Tanah Jawi, ketika Pangeran Puger datang
melayat, ia melihat kemaluan jenazah kakaknya "berdiri".
Dari ujung kemaluan muncul setitik
cahaya yang diyakini sebagai wahyu keprabon. Barang siapa mendapatkan wahyu
tersebut, maka ia akan menjadi raja Tanah Jawa. Pangeran Puger pun menghisap
sinar tersebut tanpa ada seorang pun yang melihat. Sejak saat itu dukungan
terhadap Pangeran Puger berdatangan karena banyak yang tidak menyukai tabiat
buruk Amangkurat III. Hubungan antara paman dan keponakan tersebut pun diwarnai
ketegangan. Kebencian Amangkurat III semakin bertambah ketika Raden Suryokusumo
putra Puger memberontak. Pada puncaknya, yaitu bulan Mei 1704 Amangkurat III
mengirim pasukan untuk membinasakan keluarga Puger. Namun Pangeran Puger dan
para pengikutnya lebih dahulu mengungsi ke Semarang. Yang ditugasi mengejar
adalah Tumenggung Jangrana bupati Surabaya. Namun Jangrana sendiri diam-diam
memihak Puger sehingga pengejarannya hanya bersifat sandiwara belaka. Bupati
Semarang yang bernama Rangga Yudanegara bertindak sebagai perantara Pangeran
Puger dalam meminta bantuan VOC. Kepandaian diplomasi Yudanegara berhasil
membuat VOC memaafkan peristiwa pembunuhan Kapten Tack. Bangsa Belanda tersebut
menyediakan diri membantu perjuangan Pangeran Puger, tentu saja dengan
perjanjian yang menguntungkan pihaknya. Isi Perjanjian Semarang yang terpaksa
ditandatangani Pangeran Puger antara lain penyerahan wilayah Madura bagian
timur kepada VOC.
Pada tanggal 6 Juli 1704 Pangeran
Puger diangkat menjadi raja bergelar Susuhunan Paku Buwana Senapati Ingalaga
Ngabdurahman Sayidin Panatagama Khalifatulah Tanah Jawa, atau lazim disingkat
Pakubuwana I. Setahun kemudian, yaitu tahun 1705, Pakubuwana I dikawal gabungan
pasukan VOC, Semarang, Madura (barat), dan Surabaya bergerak menyerang
Kartasura. Pasukan Kartasura yang ditugasi menghadang dipimpin oleh Arya
Mataram, yang tidak lain adalah adik Pakubuwana I sendiri. Arya Mataram
berhasil membujuk Amangkurat III supaya mengungsi ke timur, sedangkan ia
sendiri kemudian bergabung dengan Pakubuwana I. Dengan demikian, takhta
Kartasura pun jatuh ke tangan Pakubuwana I, tepatnya pada tanggal 17 September
1705. Pemerintahan Pakubuwana I dihadapkan pada perjanjian baru dengan VOC
sebagai pengganti perjanjian lama yang pernah ditandatangani Amangkurat II.
Perjanjian lama tersebut berisi kewajiban Kartasura untuk melunasi biaya perang
Trunajaya sebesar 4,5 juta gulden. Sedangkan perjanjian baru berisi kewajiban
Kartasura untuk mengirim 13.000 ton beras setiap tahun selama 25 tahun. Pada
tahun 1706 gabungan pasukan Kartasura dan VOC mengejar Amangkurat III yang
berlindung di Pasuruan. Dalam pertempuran di Bangil, Untung Surapati yang saat
itu menjabat sebagai bupati Pasuruan tewas. Amangkurat III sendiri akhirnya
menyerah di Surabaya pada tahun 1708, untuk kemudian dibuang ke Srilangka. Pada
tahun 1709 Pakubuwana I terpaksa menghukum mati Adipati Jangrana bupati Surabaya
yang dulu telah membantunya naik takhta. Hukuman ini dilakukan karena pihak VOC
menemukan bukti bahwa Jangrana berkhianat dalam perang melawan Untung Surapati
tahun 1706. Jangrana digantikan adiknya yang bernama Jayapuspita sebagai bupati
Surabaya. Pada tahun 1714 Jayapuspita menolak menghadap ke Kartasura dan
mempersiapkan pemberontakan. Pada tahun 1717 gabungan pasukan Kartasura dan VOC
bergerak menyerbu Surabaya.
Menurut Babad Tanah Jawi, perang di
Surabaya ini lebih mengerikan daripada perang di Pasuruan dahulu. Jayapuspita
akhirnya kalah dan menyingkir ke Japan (sekarang Mojokerto) tahun 1718. Sunan
Pakubuwana I meninggal dunia pada tahun 1719. Yang menggantikannya sebagai raja
Kartasura selanjutnya adalah putranya, yang bergelar Amangkurat IV. Pemerintahan
Amangkurat IV ini kemudian dihadapkan pada pemberontakan saudara-saudaranya
sesama putra Pakubuwana I, antara lain Pangeran Blitar, Pangeran Purbaya, dan
Pangeran Dipanegara Madiun. Dalam sejarah keluarga Kesultanan Mataram terdapat
tokoh lain yang juga bergelar Pangeran Puger. Salah satunya adalah putra
Panembahan Senapati yang lahir dari selir Nyai Adisara, bernama asli Raden Mas
Kentol Kejuron. Tokoh ini hidup pada zaman sebelum Pakubuwana I. Pangeran Puger
yang ini pernah memberontak pada tahun 1602 - 1604 terhadap pemerintahan
adiknya, yaitu Prabu Hanyokrowati (kakek buyut Pangeran Puger Pakubuwana I).
Kepustakaan:
Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi
Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi H.J.de Graaf dan T.H.
Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. (terj). Jakarta: Pustaka Utama
Grafiti
H.J.de Graaf. 1989. Terbunuhnya
Kapten Tack, Kemelut di Kartasura Abad XVII (terj.). Jakarta: Temprint
M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah
Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan
Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja
Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
No comments:
Post a Comment