Prabu Barma Wijaya Kusuma memerintah
kerajaan Galuh yang sangat luas. Permaisurinya 2 orang. Yang pertama bernama
Pohaci Naganingrum dan yang kedua bernama Dewi Pangrenyep. Keduanya sedang
mengandung. Pada bulan ke-9 Dewi Pangrenyep melahirkan seorang putra. Raja
sangat bersuka cita dan sang putra diberi nama Hariang Banga. Hariang Banga
telah berusia 3 bulan, namun permaisuri Pohaci Naganingrum belum juga
melahirkan. Khawatir kalau-kalau Pohaci melahirkan seorang putra yang nanti
dapat merebut kasih sayang raja terhadap Hariang Banga, Dewi Pangrenyep
bermaksud hendak mencelakakan putra Pohaci. Setelah bulan ke-13 Pohaci pun
melahirkan. Atas upaya Dewi Pangrenyep tak seorang dayang-dayang pun
diperkenankan menolong Pohaci, melainkan Pangrenyep sendiri. Dengan kelihaian
Pangrenyep, putra Pohaci diganti dengan seekor anjing.
Dikatakannya bahwa Pohaci telah
melahirkan seekor anjing. Bayi Pohaci dimasukkannya dalam kandaga emas disertai
telur ayam dan dihanyutkannya ke sungai Citandui.Karena aib yang ditimbulkan
Pohaci Naganingrum yang telah melahirkan seekor anjing, raja sangat murka dan
menyuruh Si Lengser (pegawai istana) untuk membunuh Pohaci. Si Lengser tidak
sampai hati melaksanakan perintah raja terhadap Pohaci, permaisuri
junjungannya. Pohaci diantarkannya ke desa tempat kelahirannya, namun
dilaporkannya telah dibunuh. Adalah seorang Aki bersama istrinya, Nini
Balangantrang, tinggal di desa Geger Sunten tanpa bertetangga. Sudah lama
mereka menikah, tetapi belum dikarunia anak. Suatu malam Nini bermimpi
kejatuhan bulan purnama. Mimpi itu diceritakannya kepada suami dan sang suami
mengetahui takbir mimpi itu, bahwa mereka akan mendapat rezeki. Malam itu juga
Aki pergi ke sungai membawa jala untuk menangkap ikan. Betapa terkejut dan
gembira ia mendapatkan kandaga emas yang berisi bayi beserta telur ayam, Mereka
asuh bayi itu dengan sabar dan penuh kasih sayang. Telur ayam itu pun mereka
tetaskan, mereka memeliharanya hingga menjadi seekor ayam jantan yang ajaib dan
perkasa. Anak angkat ini mereka beri nama Ciung Wanara. Setelah besar
bertanyalah Ciung Wanara kepada ayah dan ibu angkatnya. Terus terang Aki dan
Nini menceritakan tentang asal-usul Ciung Wanara. Setelah mendengar cerita ayah
dan ibu angkatnya, tahulah Ciung Wanara akan dirinya. Suatu hari Ciung Wanara
pamit untuk menyabung ayamnya dengan ayam raja, karena didengarnya raja gemar
menyabung ayam. Taruhannya ialah, bila ayam Ciung Wanara kalah ia rela
mengorbankan nyawanya.
Tetapi bila ayam raja kalah, raja
harus bersedia mengangkatnya menjadi putra mahkota. Raja menerima dengan
gembira tawaran tersebut. Sebelum ayam berlaga, ayam Ciung Wanara berkokok
dengan anehnya, melukiskan peristiwa benahun-tahun yang lampau tentang
permaisuri yang dihukum mati dan kandaga emas yang berisi bayi yang dihanyutkan.
Raja tidak menyadari hal itu, tetapi sebaliknya Si Lengser sangat terkesan akan
hal itu.Bahkan ia menyadari sekarang Ciung Wanara yang ada di hadapannya adalah
putra raja sendiri. Setelah persabungan, ayam baginda kalah dan ayam Ciung
Wanara menang. Raja menepati janji dan Ciung Wanara diangkat menjadi putra
mahkota. Dalam pesta pengangkatan putra mahkota, raja membagi 2 kerajaan untuk
Ciung Wanara dan Hariang Banga. Selesai pesta pengangkatan putra mahkota Si
Lengser bercerita kepada raja tentang hal yang sesungguhnya mengenai permaisuri
Pohaci Naganingrum dan Ciung Wanara.
Mendengar cerita itu raja
memerintahkan pengawal agar Dewi Pehgrenyep ditangkap. Akibatnya timbul
perkelahian antara Hariang Banga dengan Ciung Wanara. Tubuh Hariang Banga
dilemparkan ke seberang sungai Cipamali yang sedang banjir besar. Sejak itulah
kerajaan Galuh dibagi menjadi 2 bagian dengan batas sungai Cipamali. Di bagian
barat diperintah oleh Hariang Banga. Orang-orangnya menyenangi kecapi dan
menyenangi pantun. Sedangkan bagian timur diperintah oleh Ciung Wanara.
Orang-orangnya menyenangi wayang kulit dan tembang. Kegemaran penduduk akan
kesenian tersebut masih jelas dirasakan sampai sekarang.
Sumber Sage Ciung Wanara
No comments:
Post a Comment