Candi Rara Jonggrang atau Lara
Jonggrang yang terletak di Prambanan adalah kompleks candi Hindu terbesar di
Indonesia. Candi ini terletak di pulau Jawa, kurang lebih 20 km timur
Yogyakarta, 40 km barat Surakarta dan 120 km selatan Semarang, persis di
perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Candi
Rara Jonggrang terletak di desa Prambanan yang wilayahnya dibagi antara
kabupaten Sleman dan Klaten. Candi ini dibangun pada sekitar tahun 850 Masehi
oleh salah seorang dari kedua orang ini, yakni: Rakai Pikatan, raja kedua
wangsa Mataram I atau Balitung Maha Sambu, semasa wangsa Sanjaya. Tidak lama
setelah dibangun, candi ini ditinggalkan dan mulai rusak. Pada tahun 1733,
candi ini ditemukan oleh CA. Lons seorang berkebangsaan Belanda, kemudian pada
tahun 1855 Jan Willem IJzerman mulai membersihkan dan memindahkan beberapa batu
dan tanah dari bilik candi.
beberapa saat kemudian IsaƤc
Groneman melakukan pembongkaran besar-besaran dan batu-batu candi tersebut
ditumpuk secara sembarangan di sepanjang Sungai Opak. Pada tahun 1902-1903,
Theodoor van Erp memelihara bagian yang rawan runtuh. Pada tahun 1918-1926,
dilanjutkan oleh Jawatan Purbakala (Oudheidkundige Dienst) di bawah P.J.
Perquin dengan cara yang lebih metodis dan sistematis, sebagaimana diketahui
para pendahulunya melakukan pemindahan dan pembongkaran beribu-ribu batu tanpa
memikirkan adanya usaha pemugaran kembali.Pada tahun 1926 dilanjutkan De Haan
hingga akhir hayatnya pada tahun 1930. Pada tahun 1931 digantikan oleh Ir. V.R.
van Romondt hingga pada tahun 1942 dan kemudian diserahkan kepemimpinan
renovasi itu kepada putra Indonesia dan itu berlanjut hingga tahun 1993 [1].
Banyak bagian candi yang direnovasi, menggunakan batu baru, karena batu-batu
asli banyak yang dicuri atau dipakai ulang di tempat lain. Sebuah candi hanya
akan direnovasi apabila minimal 75% batu asli masih ada. Oleh karena itu,
banyak candi-candi kecil yang tak dibangun ulang dan hanya tampak fondasinya
saja. Sekarang, candi ini adalah sebuah situs yang dilindungi oleh UNESCO mulai
tahun 1991.
Antara lain hal ini berarti bahwa
kompleks ini terlindung dan memiliki status istimewa, misalkan juga dalam
situasi peperangan. Candi Prambanan adalah candi Hindu terbesar di Asia
Tenggara, tinggi bangunan utama adalah 47m. Kompleks candi ini terdiri dari 8
kuil atau candi utama dan lebih daripada 250 candi kecil. Tiga candi utama
disebut Trisakti dan dipersembahkan kepada sang hyang Trimurti: Batara Siwa
sang Penghancur, Batara Wisnu sang Pemelihara dan Batara Brahma sang Pencipta.
Candi Siwa di tengah-tengah, memuat empat ruangan, satu ruangan di setiap arah
mata angin. Sementara yang pertama memuat sebuah arca Batara Siwa setinggi tiga
meter, tiga lainnya mengandung arca-arca yang ukuran lebih kecil, yaitu arca
Durga, sakti atau istri Batara Siwa, Agastya, gurunya, dan Ganesa, putranya.
Arca Durga juga disebut sebagai Rara atau Lara/Loro Jongrang (dara langsing)
oleh penduduk setempat. Untuk lengkapnya bisa melihat di artikel Loro
Jonggrang. Dua candi lainnya dipersembahkan kepada Batara Wisnu, yang menghadap
ke arah utara dan satunya dipersembahkan kepada Batara Brahma, yang menghadap
ke arah selatan.
Selain itu ada beberapa candi kecil
lainnya yang dipersembahkan kepada sang lembu Nandini, wahana Batara Siwa, sang
Angsa, wahana Batara Brahma, dan sang Garuda, wahana Batara Wisnu. Candi Garuda
menyimpan kisah tentang sosok manusia setengah burung yang bernama Garuda.
Garuda merupakan burung mistik dalam mitologi Hindu yang bertubuh emas,
berwajah putih, bersayap merah, berparuh dan bersayap mirip elang.
Diperkirakan, sosok itu adalah adaptasi Hindu atas sosok Bennu (berarti
'terbit' atau 'bersinar', biasa diasosiasikan dengan Dewa Re) dalam mitologi
Mesir Kuno atau Phoenix dalam mitologi Yunani Kuno. Garuda bisa menyelamatkan
ibunya dari kutukan Aruna (kakak Garuda yang terlahir cacat) dengan mencuri
Tirta Amerta (air suci para dewa). Kemampuan menyelamatkan itu yang dikagumi
oleh banyak orang sampai sekarang dan digunakan untuk berbagai kepentingan.
Indonesia menggunakannya untuk lambang negara. Konon, pencipta lambang Garuda
Pancasila mencari inspirasi di candi ini. Negara lain yang juga menggunakannya
untuk lambang negara adalah Thailand, dengan alasan sama tapi adaptasi bentuk
dan kenampakan yang berbeda. Di Thailand, Garuda dikenal dengan istilah Krut
atau Pha Krut.
Relief di sekeliling dua puluh tepi
candi menggambarkan wiracarita Ramayana. Versi yang digambarkan di sini berbeda
dengan Kakawin Ramayana Jawa Kuna, tetapi mirip dengan cerita Ramayana yang
diturunkan melalui tradisi lisan. Selain itu kompleks candi ini dikelilingi
oleh lebih dari 250 candi yang ukurannya berbeda-beda dan disebut perwara. Di
dalam kompleks candi Prambanan terdapat juga museum yang menyimpan benda
sejarah, termasuk batu Lingga batara Siwa, sebagai lambang kesuburun. Relief
lain yang menarik adalah pohon Kalpataru yang dalam agama Hindu dianggap
sebagai pohon kehidupan, kelestarian dan keserasian lingkungan. Di Prambanan,
relief pohon Kalpataru digambarkan tengah mengapit singa. Keberadaan pohon ini
membuat para ahli menganggap bahwa masyarakat abad ke-9 memiliki kearifan dalam
mengelola lingkungannya. Sama seperti sosok Garuda, Kalpataru kini juga
digunakan untuk berbagai kepentingan. Di Indonesia, Kalpataru menjadi lambang
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Bahkan, beberapa ilmuwan di Bali mengembangkan
konsep Tri Hita Karana untuk pelestarian lingkungan dengan melihat relief
Kalpataru di candi ini. Pohon kehidupan itu juga dapat ditemukan pada gunungan
yang digunakan untuk membuka kesenian wayang. Sebuah bukti bahwa relief yang
ada di Prambanan telah mendunia. Kalau cermat, anda juga bisa melihat berbagai
relief burung, kali ini burung yang nyata.
Relief-relief burung di Candi
Prambanan begitu natural sehingga para biolog bahkan dapat mengidentifikasinya
sampai tingkat genus. Salah satunya relief Kakatua Jambul Kuning (Cacatua
sulphurea) yang mengundang pertanyaan. Sebabnya, burung itu sebenarnya hanya
terdapat di Pulau Masakambing, sebuah pulau di tengah Laut Jawa. Lalu, apakah
jenis itu dulu pernah banyak terdapat di Yogyakarta? Jawabannya silakan cari
tahu sendiri. Sebab, hingga kini belum ada satu orang pun yang bisa memecahkan
misteri itu. Pada 27 Mei 2006 gempa bumi dengan kekuatan 5,9 pada skala Richter
(sementara United States Geological Survey melaporkan kekuatan gempa 6,2 pada
skala Richter) menghantam daerah Bantul dan sekitarnya. Gempa ini menyebabkan
kerusakan hebat terhadap banyak bangunan dan kematian pada penduduk di sana.
Salah satu bangunan yang rusak parah adalah kompleks Candi Prambanan, khususnya
Candi Brahma.
Sumber : diolah dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Prambanan dan http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/candi/prambanan
No comments:
Post a Comment